Sejak semalam saya merasa dibuat pusing dengan data kajian Badan Intelijen Negara (BIN) yang menyebutkan puncak Pandemi Covid-19 akan berkahir di akhir Juni dan akhir Juli. Jumlah korban sangat besar mencapai 106.287 kasus.
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo secara terang-terangan mengungkapkan di publik. Lantas, sebenarnya apa pentingnya untuk masyarakat dengan jumlah data sebanyak itu?
Bagi orang yang tidak siap mental dan gampang panik, melihat data sebesar itu dengan waktu yang cukup lama tentu bisa membuat stress. Setiap hari kita dibayang-bayangi dengan virus yang tidak terlihat oleh kasat mata. Sementara waktu berakhirnya juga cukup lama.
"Tidak ada ketetapan Karantina Wilayah di sini. Walikota Cilegon juga ikut-ikutan presiden tidak berani melakukannya. Padahal jumlah kasus semakin bertambah. Makin mengerikan," kata Pak Bambang di grup whatsaps.
Menyoal data kajian BIN membuat para bapak komplek merasa cemas. Ada yang bekerja di pabrik dan ada yang di rumahkan tanpa kejelasan penghasilan. Keduanya masih beresiko untuk dua hal, terpapar virus corona atau kelaparan karena tidak bisa bekerja.
"Bingung mau bekerja seperti apa lagi? Keluar rumah tidak boleh, tidak keluar rumah istri nyap-nyap. Kalau tidak bekerja seperti mau bunuh diri masal bersama keluarga jika sampai Juli berakhir," kata Mas Sahiri yang harus menutup lapak dagangannya sejak adanya larangan berkumpul.
Kajian BIN menurut saya sebaiknya hanya diketahui oleh pemangku kepentingan dalam pemerintahan, dalam hal ini Gugus Tugas. Menjadi acuan untuk segera melakukan pencegahan.
Penyampaian data ke publik yang kemudian menjadi berita di media, maka yang terjadi hanyalah ketakutan. Seperti kita tahu, pemerintah tidak ada kejelasan konsep dalam penanganan virus ini saja merasa sudah tidak aman.
Rasa cemas tentu akan muncul jika kajian menunjukan wabah ini bisa meninggalkan Indonesia pada akhir Juli. Dalam rentan waktu tersebut ada momen penting yaitu puasa, lebaran idul fitri, dan persiapan keberangkatan haji. Secara sosiologi budaya, itu menjadi rutinitas keagaman yang tidak bisa dilakukan di rumah aja.
Hingga empat bulan kedepan, rasa ketakutan akan terus membayangi. Ratusan ribuh orang yang terpapar bisa saja kita diantaranya. Dalam waktu itu seolah kita yang kini sehat sedang menunggu giliran sakit.
Sebaiknya data-data prediksi semacam ini tidak usah dibeberkan di muka publik.