Meminjam ungkapan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat terjadi banjir, "izinkan saya bekerja (menyelesaikan banjir)." Maka ingin rasanya Ahok di tengah kontroversi penolakan menjadi calon pemimpin Ibukota baru mengatakan hal sama, "izinkan Ahok bekerja!"
Setiap orang memiliki hak untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kemampuannya. Presiden Joko Widodo memasukan nama Ahok di bursa calon pemimpin Ibukota baru.
Meskipun baru calon, namun banyak pihak yang langsung menolak keras Ahok. Padahal calon lainnya seperti Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro, Bupati Banyuwangi Azwar Anas, dan Dirut PT Wijaya Karya (Persero) sama sekali tidak diberi ruang obrolan di media.
Apa salahnya jika Ahok memimpin Ibukota baru? Bukankah sudah berpengalaman memimpin DKI Jakarta dengan sejumlah prestasi yang dilakukan. Sebagai seorang manajerial handal dan memiliki konsep kebijakan yang terkesan keras, Ahok terbilang cukup sukses meminimalisir persoalan banjir dan macet di Jakarta.
Dosa Ahok pada kasus penista agama sudah dibayar lunas dengan kurungan penjara. Ini jadi borok yang tidak bisa disembuhkan begitu saja. Namun rupanya bagi pihak yang tidak pernah suka dengan kehadiran Ahok, apa pun yang dilakukan Ahok selalu salah.
Anies pun punya salah ketika tidak bisa mengatasi banjir Jakarta hingga berjilid-jilid dan merugikan seluruh rakyatnya yang terendam banjir. Akibat banjir yang lamban ditangani, kerugian matrial pun hingga mecapai milyaran rupiah. Bahkan kasus penista agama Ahok yang kemudian dipolitisi untuk kepentingan pemenangan Pilkada DKI Jakarta, apakah itu bisa dikatakan pembenaran?
Anies saja diberikan izin untuk mengurus banjir Jakarta, izinkan Ahok membangun Ibukota baru dengan segala kemampuannya.
Ahok dipilih Jokowi juga bukan tanpa sebab. Pertimbangan kemampuan dan pengalaman Ahok saat menjadi Gubenur menjadi pertimbangan Jokowi yang sudah dikaji.
Ahok memang bukan tipikal santun dalam berbicara. Namun omongan yang keras dan tegas menggambarkan ada yang perlu diperbaiki dari sistem yang sudah ada. Ahok memandang objektif atas persoalan yang dihadapinya. Wajar jika Ahok selalu marah-marah ketika menghadapi pekerjaan yang tidak ditangani secara profesional.
Membangun Ibukota baru dibutuhkan pemimpin yang memiliki sifat keras untuk menghadapi pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan pribadi. Perlu manajerial yang mampu mengambil kebijakan secara cepat apa pun resikonya. Ahok memiliki karakter yang melawan arus, namun itu dilakukan untuk pencapain kerjanya.
Jika nanti Jokowi sudah berkehendak menunjuk Ahok sebagai pimpinan Ibukota baru, kita bisa apa? Siapa pun nanti yang dipilih Jokowi untuk mengerjakan proyek pembangunan Ibukota, izinkan untuk bekerja.