Lihat ke Halaman Asli

Mang Pram

TERVERIFIKASI

Rahmatullah Safrai

Cerpen | Bulan Luka

Diperbarui: 28 November 2019   08:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: citizen.co.za

Bulan bukan Malaikat dari surga, tapi Malaikat dari rahim suci sang Dewi sebagai buah kasihnya dengan seorang iblis. 

Karena cinta ia melawan dengan kekuatan kepakan sayap hingga terluka dan patah. Tak sudi melihat Ibunya tersiksa dengan luka di tubuh, merembaskan aliran air mata di sudut matanya yang bengap, menjadi seorang penipu dengan ketegaran demi keutuhan sebuah keluarga. 

Hanya karena pengorbanan cinta. Jeratnya tak mampu merobek lingkaran takdir. Dengan makna cinta yang dipertanyakan. Dengan harapan yang terlapis kabut ketidak pastian.

"Kita harus melawan," katanya suatu waktu, yang merasa hatinya hancur melihat ibunya terpuruk tak berdaya.

"Tidak! Kita harus tetap bertahan," kata Ibu dengan mencoba tegar, meski ia merasakan betapa berat sakit yang dideritanya.

"Sampai kapan?"

"Sampai semuanya berakhir dengan kedamaian."

Entah kapan ada pertobatan dari segala amarah. Yang selalu dicabik kekejaman. Menancapkan kuku-kuku beracun dengan cabikan yang mengahancurkan tubuh. 

Hanya dengan tameng kekutan cinta. Yang tak mampu menghalang setiap amarah yang keji. Sang Ibu penuh kasih mencoba bertahan. Mengharap suami tercintanya kembali menjadi lelaki lembut yang penuh kasih.

Setiap malam ia selalu memandang langit. Mengaduhkan diri yang kesakitan. Mengobati luka yang perih. Mencoba menterjemahkan arti kekuatan cinta Ibu yang begitu gamang untuk dipertahankan. 

Hanya karena ia yang melahirkannya, membuatnya berontak sebagai pejuang yang lelah dengan pertahanan seribu dalil. Menunggu akhir kehidupan yang begitu misterius.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline