Lihat ke Halaman Asli

Pertalite dan Bahasa yang Rendah Diri

Diperbarui: 8 Agustus 2015   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pertalite adalah merek bahan bakar minyak (BBM) baru yang dikeluarkan oleh PT Pertamina (Persero) dengan RON 90. Pertalite ini dibaca kira-kira “Pertalait" oleh lidah Indonesia bukan “Pertalite". Kalau Ibu saya kesulitan mengucapkan kata Pertalite ini karena cara pengucapannya mengikuti lidah Inggris. Sementara PT Pertamina (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Milik negara siapa? Indonesia sudah barang tentu, bukan milik negara Inggris. Tapi mengapa PT Pertamina (Persero) menamai mereknya menggunakan bahasa Inggris?

Kebanggaan akan tiga hal yang mempersatukan penduduk dari Sabang sampai Merauke apakah sudah pudar? Mungkin belum. Satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, masih banyak yang menjunjung tinggi. Di zaman Soeharto, ada satu masa semua merek harus diganti dalam ke bahasa Indonesia. Sebagai contoh, ada sebuah perumahan di Cipanas yang harus mengganti namanya kalau tidak salah dari Green Apple Garden menjadi Apel Gardena namun kini kembali menggunakan merek dengan bahasa Inggris.

Banyak dari kita yang mungkin tidak terlalu peduli jika pihak swasta atau bukan pejabat negara yang menamai produknya atau berbicara dengan (campuran) bahasa asing. Namun jika sebuah BUMN atau pejabat negara apalagi sekelas Presiden atau Menteri menggunakan bahasa asing padahal sudah ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia, rasanya sulit diterima. Karena, mereka mencerminkan sebuah negara, negara Indonesia. Rasanya, banyak dari kita yang tidak peduli jika seorang Presiden tidak begitu menguasai penggunaan bahasa asing. Yang menjadi masalah adalah ketika seorang Presiden berpidato dengan campuran bahasa Inggris, bahkan untuk menegaskan satu hal. Maksud menegaskan adalah ketika dia sudah bilang dalam bahasa Indonesia kemudian mengulanginya dengan bahasa Inggris yang tidak perlu. Coba perhatikan jika para pejabat kita pidato atau diwawancara di televisi atau sekarang bisa dicari di Youtube.

Setelah libur lebaran, mungkin dari kita juga banyak yang lebih memilih mengucapkan frasa "Asisten Rumah Tangga" daripada "Pembantu Rumah Tangga". Kata "Pembantu" terasa lebih inferior dibandingkan "Asisten". Mungkin masih banyak dari kita yang lebih memilih "Pembantu" karena bangga dengan bahasa Indonesia meskipun "Asisten" sudah diserap menjadi bahas Indonesia. Bahasa Indonesia juga terasa lebih rendah diri apalagi ketika mengucapkan alat reproduksi. Mungkin sebagian kita banyak yang lebih suka bilang, maaf, "Penis" daripada "Kontol" dan "Vagina" daripada "Memek".

Yang ditakutkan adalah ketika kita sendiri sudah tidak bangga dan tidak lagi menjunjung tinggi bahasa persatuan, Bahasa Indonesia, karena kita sendiri yang menganggap bahasa kita lebih rendah diri dari bahasa asing. Jika penggunaan kata asing menjadi lebih bangga, mungkin ada yang salah di komunitas kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline