[caption id="attachment_210716" align="aligncenter" width="578" caption="patung dada Prof Sumardja"][/caption]
Membaca Perjuangan Sumardja
Judul buku: Kisah Sjafe'i Sumardja Tebal: 89 halaman Penerbit: Galeri Sumardja FSRD ITB, April 2011 Penulis: Samsudi Penyunting: Aminudin TH Siregar Di Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB terdapat galeri yang diberi nama Sumardja. Nama itu berasal dari Sjafe'i Sumardja (1907-1974), pribumi pertama yang menjadi dosen di Balai Universiter Guru Gambar, lembaga pendidikan yang merupakan embrio dari Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB sekarang. Taun 1947-1950, dosen yang mengajar di Balai Pendidikan Universiter Guru Gambar seluruhnya orang Belanda kecuali Syafe'i Sumardja. Belanda itu adalah Simon Admiraal sebagai ketua, Ries Mulder, dosen seni lukis dan tinjauan seni, Piet Pyper dosen kerajinan tangan, Hopman dosen sejarah seni rupa Barat, Hans Frans dosen anatomi, terus Zeylemaker, dosen seni terikat (gedonden kunst), yang menjadi cikal bakal istilah desain sekarang. Karena hubungan Indonesia dan Belanda memburuk, guru-guru Belanda itu kemudian pulang ke negerinya. Kondisi kritis ini kemudian diselesaikan Sumardja dengan menyusun dosen baru yang seluruhnya pribumi yang direkrut dari mahasiswanya. Mereka adalah Achmad Sadali, Sudjoko, Eddie Kartasubarna, dan Angkama Setjadipradja. Orang Belanda yang banyak berjasa membantunya adalah Prof Dr G.J. Nieuwenhuis, Ketua Dewan Pendidikan di Departemen Pengajaran. Dia yang meminta Sumardja menyusul ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru Gambar (Rijkinstituut tot Opleiding voor Teekenleraren) dan lulus dengan mendapatkan diploma Nijverheidsakte B IX dan Middlebaar Bevoegheid, M.a. Nieuwenhuis adalah bapak angkatnya ketika di Belanda. Sosok yang berjasa luar biasa pada Sumardja yang meninggal secara tragis, kecelakan mobil yang dikendarai Sumardja di Belanda. Cerita Sumardja adalah cerita perjuangan inlander generasi pertama untuk meningkatkan kualitas pendidikannya guna disebarkan di tanah air. Bagaimana setelah ia jadi guru di Kedawung Karawang, tiap akhir pekan berangkat ke Batavia untuk belajar bahasa Belanda di rumah Prof Dr G.J. Nieuwenhuis. Londo ini yang memintanya menyusul ke Amsterdam untuk melanjutkan pendidikan. Ia berhasil berangkat ke Belanda menumpang kapal JP Coen, bukan sebagai penumpang resmi dengan tiket dan kelas kabin, tetapi sebagai kelasi rendahan yaitu sebagai penjaga di ruang tempat bermain anak-anak. Gambaran orang Belanda pada saat itu bersikap mendua: mereka yang tinggal di Nederland Indie cenderung memandang rendah inlander (bangsa pribumi). Tapi ketika sang inlander itu berada di Belanda, mereka diperlakukan sama dengan bangsa Eropa lainnya. Atmosfer Eropa yang mutli ras tampaknya telah mereduksi sikap rasialis khas kolonial. Sumardja adalah gambaran umum sosok intelektual generasi awal negeri ini: bekerja keras menguasa bahasa asing hingga fasih juga berpartisipasi dalam pengembangan budaya dan organisasi prosesi: ia salah seorang pendiri dan ketua pertama Persatuan Guru yang sekarang dikenal dengan nama PGRI dan ketua pertama Lembaga Basa Jeung Sastra Sunda (LBSS) di Bandung yang sampai sekarang masih berdiri. Buku ini cetakan kedua dari terbitan pertama pada tahun 1979 yang diterbitkan Pustaka Jaya. Dalam pengantarnya, penyunting sekaligus direktur Galeri Sumardja, mengutarakan niat penerbitan ulang ini adalah untuk mereduksi 'ironi sejarah' tentang Sumardja: sosok penting dalam perintisan pendidikan seni rupa di Indonesia tetapi namanya jarang sekali disebut-sebut terutama di ITB sendiri. ITB dibangun pada jaman pemerintahan kolonial Belanda dan diberi nama Bandoeng Technische Hoogeschool, pada jaman Jepang Bandung Kogyo Daiku. Sumardja adalah tokoh penting dalam proses berdirinya ITB karena dialah ketua panitianya. Pada 2 Maret 1959, kampus jalan Ganesha Bandung yang semula adalah Fakultas Teknik Universitas Indonesia berdiri sendiri menjadi Institut Teknologi Bandung. Peresmian nama baru itu dilakukan oleh Presiden Sukarno. Sekarang prasasti peresmian itu diletakan di depan plasa Widya Nusantara, jantung kampus ITB. (MJ)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H