"Barang siapa bergembira dengan masuknya bulan Ramadan, maka Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka", Riwayat dalam kitab Darrut an-Nasihin.
Ramadan adalah bulan yang penuh berkah. Salah satu bulan yang kedatangannya senantiasa ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Keagungannya: diwajibkannya puasa dalam rangka menunaikan rukun Islam yang keempat, bulan turunnya kitab suci Al-Qur'an, tempat amal ibadah dilipatgandakan hingga turunnya malam Lailatul Qadar menjadi pesona yang tak pernah lekang dinantikan.
Berpijak pada rentetan momentum sakral itulah maka tak heran jika kemudian khalayak umat Islam selalu dalam keadaan terpana untuk menyambut kehadiran bulan yang mulia dan penuh berkah itu. Penyambutan tamu agung satu tahun sekali itu dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu di antaranya yakni dengan pawai ta'aruf. Pawai ta'aruf adalah agenda kegiatan tahunan LPIT Baitul Qur'an Tulungagung dalam menyambut kehadiran bulan suci Ramadan.
Jum'at (17/3/2023) seluruh sumber daya manusia lembaga di bawah naungan yayasan LPIT Baitul Qur'an Tulungagung (baca: TKI dan SDIT) telah menghelat pawai ta'aruf. Seluruh santri dan dewan asatidz kompak mengenakan pakaian serba putih. Warna putih menyimbolkan kesucian. Dalam artian menyeru kepada khalayak ramai untuk menyambut bulan suci Ramadan dengan mensucikan diri baik secara dohir mau pun batin.
Suci secara dohir dapat dimaknai bersih dari kotoran, najis dan berbagai hal yang dipandang sebagai cela atau pun yang menghinakan fisik kita. Termasuk menggunakan pakaian yang tidak menutup aurat bahkan dipandang melanggar kode etik dan norma kelayakan sosial-agama dalam berpakaian juga disebut sebagai cela. Dengan demikian, maka menggunakan pakaian yang paling baik versi kemampuan kita, bersih dan suci menurut hukum fiqih merupakan salah satu bentuk dari indikator kesucian dohir yang dimaksud.
Adapun kesucian batin lebih identik dengan keadaan hati. Dalam menyongsong bulan suci Ramadan kita sangat dianjurkan memurnikan niat, menjalaninya dengan hati yang tulus dan ikhlas. Hendaknya berpuasa semata-mata hanya mengharapkan rida Allah SWT. Untuk mencapai derajat hati yang murni, tulus dan ikhlas terlebih dahulu kita harus mengosongkan kesalahan di antara sesama manusia.
Proses pengosongan batin dimulai dengan saling mengakui dan memaafkan atas segala gunungan kesalahan, khilaf dan dosa selama ini yang telah masing-masing kita perbuat. Baik disengaja atau pun tidak. Dalam prakteknya, proses pengosongan direpresentasikan oleh adanya kalimat permintaan maaf lahir batin, musyafahah dan ekspresi saling mengikhlaskan. Selain itu melanggengkan wudu supaya diri senantiasa dalam keadaan suci, mendisiplinkan ibadah dan berbuat baik juga termasuk dalam maqamat kesucian batin.
Khusus di hari itu seluruh santri dan dewan asatidz pawai mengelilingi lingkungan sekitar lembaga. Pawai ta'aruf sendiri dilakukan setelah pembelajaran Tahfidzul Qur'an. Sebelum berangkat, dewan asatidz menata beberapa santri yang bertugas membawa poster dan flyer. Poster-poster yang terbuat dari kardus bergagang bambu itu bertuliskan pesan, kesan dan instruksi persuasif yang menegaskan keutamaan sekaligus kemuliaan bulan suci Ramadan.
Beberapa tulisan poster tersebut di antaranya: Dilungkas poso, puasa itu sehat, selamat menunaikan ibadah puasa, berbagi takjil itu indah, marhaban ya ramadhan, semangat puasa yuk dan lain sebagainya. Poster-poster itu diberikan kepada santri pilihan yang secara suka rela (baca: sadar, ikhlas dan tidak menggerutu) mau mengangkat tinggi sepanjang rute pawai.
Sementara flyer yang dibentangkan oleh dua orang santri kelas 6 yang silih bergantian bertajuk: "Pawai Ta'aruf Lembaga Pendidikan Islam Tahfidz Baitul Qur'an Mangunsari Dalam Rangka Menyambut Bulan Ramadan Berakhlak Qur'ani, Berpengetahuan dan Berwawasan Luas." Pembawa flyer ini menjadi garda terdepan sepanjang pawai berlangsung.