Lihat ke Halaman Asli

Roni Ramlan

Pembelajar bahasa kehidupan

Belajar dari Isra Mi'raj Nabi Muhammad Saw

Diperbarui: 18 Februari 2023   04:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(foto dokumentasi pribadi grup WhatsApp SPK Tulungagung)

Setiap tahun kita memperingati isra mi'raj. Dalil-dalil naqli: Ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits masyhur tentang perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha; dari Baitul Maqdis ke Sidratul Muntaha itu terus kita cuplik dan dipaparkan tanpa ragu untuk menegaskan kebenaran perjalanan itu.

Bahkan hikmah dalam perjalanan semalam yang fenomenal itu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw selalu berulangkali didedahkan para mubaligh dalam peringatan isra mi'raj di atas mimbar-mimbar segala jenis panggung. Durasi pemaparannya pun berbeda-beda, namun mengusung hakikat yang sama.

Peringatan isra mi'raj itu menandakan kecintaan umatnya terhadap sang junjungan. Peringatan yang berulangkali itu sedang menegaskan kerinduan akan syafaatnya yang telah membuncah di setiap ubun dan memenuhi rongga hati seorang hamba. Allahumma shalli 'alaa muhammad wa'alaa ali syaidina muhammad.

Titah salat lima waktu hadiahnya. Ya, salat lim waktu adalah bingkisan terindah yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW di saat jiwa beliau benar-benar sedang terguncang. Salat lima waktu itu pula yang kemudian dititahkan kepada para sahabat, tabi'in hingga sampailah kepada kita semua selaku umatnya.

Dalam pandangan tasawuf, melalui salat lima waktu sejatinya seorang hamba sedang berkomunikasi dengan Tuhannya. Melalui salat lima waktu seorang pecinta berinteraksi dengan kekasihnya: Nabi Muhammad Saw, keluarga dan sahabatnya. Bukankah seorang pecinta selalu mendambakan penyatuan? Meenggani keterpisahan. Jikalau bisa memilih dan memiliki kuasa lebih suka menambah kadar cintanya, bertahan dan berpegang dalam keadaan yang aman sekaligus nyaman.

Begitupun dengan salat, takala seorang hamba mendisiplinkan diri untuk mendirikan salat maka insyaallah hubungan dirinya dengan sang Pencipta sekaligus kekasihnya akan senantiasa harmonis dan rukun. Hubungan yang membuat hati nurani seorang hamba damai dan tentram. Itu semua terwujud dari tindak-tanduk seorang hamba yang memancangkan sikap tawakal, qona'ah dan ikhlas dalam menjalankan kehidupan. Tidak ada istilah ngresula, kemrungsun dan lain sebagainya.

Ketentraman hati, sikap yang nrima dan tulus atas hidup itu lantas mengejawantahkan diri sebagai kebaikan sosial terhadap lingkungan sekitar. Energi positif yang memancar kuat di dalam dirinya memedar pada setiap ceruk kegelapan dan kekacaubalauan yang ada di dekatnya. Sehingga kelatenan cahaya yang terpancar turut menerangi sekiranya. Hal yang sama juga berlaku untuk sebaliknya.

Jika Rasulullah SAW dari isra mi'raj membawakan umatnya bingkisan titah salat, lantas dari setiap perhelatan isra mi'raj yang berulangkali itu apa yang dapat Anda petik? Isra mi'raj jenis apa yang telah  Anda lakukan selama ini? Apakah mungkin seorang hamba (selain nabi pilihannya) melakukan isra mi'raj?

Bukankah hakikat dari perjalanan isra mi'raj nabi Muhammad Saw itu adalah perubahan menuju kebaikan? Transformasi besar-besaran tidak akan pernah terwujud jika tidak dimulai dari memperbaiki, mendisiplinkan dan introspeksi diri dari waktu ke waktu. Transformasi itu seperti halnya kita hendak menaiki lantai 2 yang harus melalui tangga. Sementara tangga terdiri dari banyak anak tangga. Hanya melalui anak tangga yang kompleksitas itulah kita akan sampai pada tujuan awal.

Atas dasar kepentingan meraih hakikat kehidupan, mari kita sama-sama meng-isra mi'raj-kan masing-masing diri pribadi menjadi lebih baik. Terlebih-lebih dari isra mi'raj itu mampu menelurkan energi positif (ghirah; kemanfaatan) jangka panjang bagi lingkungan sekitar menjadi lebih baik.

Tulungagung, 18 Februari 2023




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline