Tampaknya harus ditegaskan di awal bahwa tulisan ini adalah lanjutan dari postingan sebelumnya Keinginan Kopdar yang Tertunda. Saya kira penegasan ini perlu dilakukan untuk menghindari salah paham dan mengindahkan runtutnya alur cerita kepada pembaca.
Mendaftarkan Diri dengan Semangat yang Membara
Tak lama dari itu jemari saya langsung sat-set berseluncur menuju link pendaftaran via google form. Di dalam form pendaftaran yang disediakan pihak panitia pelaksana tersebut terdapat beberapa kolom esai yang wajib diisi. Mulai dari verifikasi alamat email, nama lengkap, alamat, profesi, asal instansi hingga kesediaan mengikuti acara.
Tak butuh waktu lama untuk saya mengisi itu semua. Terlebih kala itu saya mengisi formulir pendaftaran dengan penuh antusias sembari membayangkan betapa bahagianya dapat bersua dengan orang-orang yang selama ini hanya berteman baik melalui kanal media sosial. Baik melalui Facebook atau pun blog keroyokan seperti Kompasiana.
Sebagai contohnya, saya kerapkali mendengar nama Om Jay dan Bu Kanjeng dicutat oleh Prof. Naim dan kawan-kawan lain di grup menulis Sahabat Pena Kita Tulungagung. Beliau berdua terkenal akan produktivitasnya dalam menulis dan berkarya. Akan tetapi saya belum berteman dan bersua dengan mereka. Belakangan saya sadar, Om Jay sempat berkunjung dan berkomentar dalam suatu postingan tulisan sederhana saya di Kompasiana. Pun saya membalasnya tanpa mencermati akun blog tersebut.
Kesadaran saya baru terperanjat tatkala membaca balasan Om Jay di kolom komentar yang kedua. "Oh ini toh yang namanya Om Jay. Wijaya Kusumah nama lengkapnya", gumam saya dalam hati. Luar biasa senang bisa tahu orang yang sering digadang-gadang inspiratif itu berkunjung dan membaca tulisan saya. Saya langsung tancap gas mengunjungi akun blog beliau lantas tanpa ba-bi-bu saya mengajukan pertemanan melalui akun blog tersebut. Sementara itu saya baru tahu Bu Kanjeng setelah tulisan Keinginan Kopdar yang Tertunda serial awal ini diunggah di akun blog Kompasiana.
Pendaftaran berhasil. Pihak panitia pelaksana yang dipunggawai oleh pak Abdullah Makhrus dan Bu Nur S. Pudji Astutik bergerak cepat. Hal itu dibuktikan dengan cara kerjanya yang responsif dan cekatan. Pak Abdullah Makhrus memberikan konfirmasi keberhasilan pendaftaran via email dengan melampirkan surat undangan dan jadwal pelaksanaan. Sedangkan Bu Pudji Astutik bertugas mengkonfirmasi via chat WhatsApp. Keduanya bersinergi memastikan peserta menghadiri acara.
Harapan yang Pupus
Hari demi hari silih berganti dengan begitu cepat. Rasa-rasanya saya sudah tidak sabar untuk menginjakkan kaki di tempat acara, Jogjakarta. Tatkala itu saya optimistis dapat mengikuti acara kopdar perdana RVL dengan hati yang riang. Kendati begitu saya mulai menyadari bahwa semakin dekat dengan hari H satu-persatu kenyataan pahit harus saya terima. Kenyataan pahit itu sebutkan saja kendala yang mengungkung saya.
Pertama terkendala izin yang sedikit sulit dari lembaga tempat saya mengajar, mengingat saya masih dalam proses training. Baru dua bulan saya masuk di lembaga pendidikan Islam swasta tersebut. Kedua, jadwal kopdar tersebut bertepatan dengan hari peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung. Saya sangat tidak mungkin untuk meninggalkan perhelatan PHBI itu mengingat saya salah satu "otak" lancarnya perhelatan acara tersebut.