Lihat ke Halaman Asli

Roni Ramlan

Pembelajar sejati, penulis dan pegiat literasi

Catatan Perjalanan Sowan ke Kediaman Prof. Ngainun Naim

Diperbarui: 6 Juni 2022   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dokumentasi pribadi

Alhamdulillah, agenda sowan ke rumah Prof. Ngainun Naim dalam rangka mempersiapkan Kopdar SPK Tulungagung telah terlaksana pada Minggu, 05 Juni 2022. Sebelumnya, kami--perwakilan "penggemuk" SPK Tulungagung-- sempat menyusun dan melobi agenda sowan dua kali, akan tetapi ujung-ujungnya kandas, tidak sesuai dengan ekspektasi.  

Kekandasan itu dipengaruhi faktor dua arah. Pertama, mengingat jadwal kesibukan Prof. Naim yang padatnya bukan main. Tepatnya pada sesi konfirmasi yang pertama, kala itu beliau sedang mengisi acara di Salatiga. Sedang konfirmasi yang kedua, beliau memberikan sinyalmen untuk bertandang di hari yang kebetulan perwakilan "penggemuk" tidak bisa. Padahal kala itu beliau sedang free. Sampailah kami pada satu kesepakatan yang diasumsikan pas dan benar-benar di antara kedua belah pihak bisa, yakni pada Minggu, 05 Juni 2022. Waktunya disepakati setelah Duhur. Kebetulan di tanggal tersebut kami sama-sama memiliki waktu luang meskipun di hari weekend.

Kedua, kekandasan rencana tersebut dipicu semangat dan kekompakan di antara "penggemuk" SPK Tulungagung yang fluktuatif dan semakin kendor. Hal yang demikian dibuktikan dengan bercongkolnya sikap dan pemikiran pesimistis serta reshuffle pasukan yang hendak ikut sowan. Tentu saja ada banyak alasan faktor personal yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu secara terang-terangan di sini.

Awalnya saya hendak berangkat sendiri, akan tetapi tatkala saya sedang mengajar di TPQLB Spirit Dakwah Indonesia Tulungagung Mas Thoriq memastikan diri untuk ikut. Sedang Woko memutuskan diri menghubungi saya beberapa saat sebelum berangkat. Ia merajuk untuk ikut asalkan dibarengi.

Tibalah di waktu yang ditunggu-tunggu. Sekitar pukul 13.20 WIB dengan diselimuti cuaca mendung yang sempat diselingi gerimis, akhirnya saya dan Woko berangkat.  Itu pun terjadi setelah sebelumnya saya mampir terlebih dahulu mengambil buah tangan di rumah Dek Zidna. Adapun Mas Thoriq dengan tegas menyatakan diri menunggu di sekitar daerah Durenan.

Kurang lebih satu jam perjalan untuk sampai di Desa Parakan. Sejenak saya kebingungan setelah share location menyebutkan sudah sampai di tempat tujuan, padahal kalau dicek di google maps saya harus masuk gang. Sementara saya baru berhenti di pinggir jalan. Di tengah kebingungan itu, saya berusaha menerka-nerka posisi rumah Prof. Naim dengan memasuki gang sebelum counter SPBU Parakan dan berhenti persis di depan rumah salah satu warga. Di pelataran rumah itu terdapat seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahunan.

Selama berhenti di sana, saya dan Woko terlibat perdiskusian sejenak untuk memastikan nama orangtua dan istri Pak Naim. Kenapa demikian? Karena umumnya jika kita menyebutkan nama orangtua atau istrinya barulah orang yang dicari semakin jelas. 
Terlebih informan yang ditanya telah berusia sepuh. Hal itu dilakukan, setelah ada inisiatif untuk bertanya pada nenek yang sedang berdiri tidak jauh dari posisi kami berhenti. Namun dengan keberanian yang tinggi, secara tiba-tiba, lugas dan lantang anak kecil yang entah siapa namanya itu lantas bertanya kepada saya, "Mas, goleki sopo? Mbak anu (nama sengaja disensor) ya sing duwe laundry tah?" "Ini dek cari rumahnya Pak Naim. Tahu nggak di mana rumahnya?" Sergah saya kepadanya. Anak itu mengernyitkan dahi sebentar, lalu berlari-lari kecil memasuki rumah. Ternyata ia bertanya pada ibunya.

Tak butuh waktu lama, anak itu pun kembali ke pelataran sembari mengutarakan, "gak eroh e mas". Ia berkata sambil memainkan mimik wajah penuh ekspresif serta menggelengkan kepalanya. "Oh... Iya, makasih ya". Akhirnya saya berinisiatif untuk menghubungi Prof. Naim via WhatsApp. Panggilan berdering. Sesat kemudian beliau mengangkatnya. "Assalamu'alaikum, Prof. Niki saya sampun sampai di sebelahnya SPBU. Dari sini ke arah mana ya?" Tukas saya. "Wa'alaikumsalam. Ohya. Dari sana masih ke utara, nanti ada gang ke timur masuk. Rumah saya yang pertama", beliau menimpali.

Saya pun putar balik mengikuti rute yang diarahkan Prof. Naim, hingga akhirnya setelah memasuki gang ternyata sudah ada Prof. Naim yang kebetulan sudah menunggu kedatangan kami tepat di depan rumah sembari memegang smartphone. "Sampai juga Ron. Silakan masuk. Parkirkan motor di sana saja", tutur beliau sembari menunjuk area kosong dekat motor lain yang terparkir. Tampak jelas, tidak sampai dua meter di sisi barat motor terdapat kolam kecil dengan latar keasriannya sebagaimana yang sempat saya lihat di channel YouTube Ngaji Literasi.

Woko turun lebih dulu semenjak sampai di depan rumah. Sementara saya memarkirkan motor sesuai arahan beliau. Setelah itu, barulah kami berdua bersalaman. Beliau juga sempat memastikan, "pasukan yang lain mana Ron?" "Di belakang masih ada Mas Thoriq", timpal saya. "Loh... Thoriq sama siapa?" Balas Prof. Naim. "Mboten sumerep nggih Prof. Menawi sendirian", jawab saya. "Menawi kaleh istri dan anaknya Prof." Sergah Woko. Kami pun dipersilakan masuk.

"Sreek", Woko menaruh buah tangan yang dibungkus kantong kresek putih di atas meja. Kami pun duduk. Sementara Prof. Naim menuju ke bagian ruangan lain. Kami berdua duduk sembari terkagum-kagum melihat indahnya meja ruang tamu Prof. Naim. Bagaimana tidak coba? Baru kali pertama itu saya melihat meja ruang tamu yang didesain khusus dengan aquarium ikan. Di dalam aquarium itu terdapat beberapa jenis ikan, di antaranya: ikan bawal, ikan sapu-sapu, dan sebagainya. "Iki lho mas tempat ngasih makan ikane", ujar Woko sembari menunjuk lobang yang berbentuk persegi panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline