Lihat ke Halaman Asli

Roni Ramlan

Pembelajar bahasa kehidupan

Apa Kabar Sarkat?

Diperbarui: 17 Juli 2021   11:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: dokumentasi pribadi

"Omong kosong kalau ada yang bilang menulis itu mudah. Tapi omong kosong juga kalau ada yang bilang menulis itu sulit. Menulis adalah perkara yang tidak sulit tapi rumit. Rumit bukan berarti sulit", Putut EA.

Tiba-tiba saya merindukan program sarapan kata (selanjutnya disebut Sarkat) yang sempat diagendakan kelas menulis online (KMO). Terhitung kurang lebih satu bulan sebelum bulan puasa tahun ini, saya memutuskan bergabung dengan KMO.

Kerinduan itu bisa jadi disebabkan karena saya kerap mengoprak-ngoprak teman-teman yang lain untuk Sarkat. Waktu itu, mengoprak-ngoprak teman-teman untuk Sarkat memang salah satu tanggung jawab saya selaku yang dituakan di grup. Satu tanggung jawab selain merekap setoran Sarkat, menyampaikan instruksi penjabat struktural dan mengamankan kondisi grup.

Karena itu pula akhirnya setelah sekian lama puasa chat di grup kecil yang kami beri nama Aksara Rasa, saya berusaha menyapa. "Selamat pagiii semuanya... Bagaimana kabarnya hari ini? Sudah Sarkat apa belum ya?", isi chat saya di WhatsApp group (WAG).

Lantas salah seorang anggota yang belakangan saya tahu namanya Riska membalas, "Pagi. Eee ada yg kangen sarkat ya". "Wkwkwkk. Saya mau tanya dong. Masihkah teman-teman suka Sarkat setelah lulus Sarkat 30 hari?", saya menimpalinya.

Tak berselang lama, beberapa balasan muncul. Pertama Riska merespon, "saya kalau menulis butuh pemaksaan jdi bgtu la sudah jarang menulis lagi tapi ada berencana".

Kedua respon dari salah satu anggota yang bernama Siti Azizah Rahma. Jawabannya singkat namun menunjukkan keironisan, "Saya malah berhenti...".

Seolah-olah rasa penasaran sedang benar-benar membawa hanyut kesadaran, Riska pun kembali nyeletuk, "@Dewar Alhafiz  dari tadi mengetik saya menunggu tak muncul"". Sementara untuk menggenapkan rasa penasaran itu, Anggita lain, yakni kak Rina menyambung, "300 kata kak".

Tidak hanya 300 kata, bahkan lebih, akhirnya saya pun langsung tancap gas memberi khotbah yang panjang kali lebar. Itung-itung olahraga jari sembari menikmati senandung perut yang belum terisi. Adapun isi khotbah saya seperti di bawah ini.

**
Nah, itu sangat disayangkan. Pesan saya, memang untuk merasakan manfaat dari menulis itu sendiri terkadang kita harus memulainya dengan memaksakan diri. Jangan menunggu mood dan waktu luangnya kapan, tapi berusahalah memanfaatkan kesempatan di setiap kesibukan kita yang menggunung. Minimal, 5 paragraf sehari lah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline