Banyaknya hutan yang gundul turut memicu terjadinya bencana banjir. Dilansir dari Liputan6.com (4/2/2021) banjir di Tulungagung juga dipicu oleh kondisi rusak dan gundulnya hutan di kawasan pegunungan. Kebenaran akan hal ini dikonfirmasi langsung oleh Bupati Tulungagung Maryoto Birowo, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) dan lembaga masyarakat desa hutan (LMDH).
Kerusakan hutan di area pegunungan ini menyebabkan tidak adanya proses drainase dan tutupan di kala hujan mengguyur dengan intensitas yang tinggi. Alhasil, air di pegunungan langsung meluncur ke dataran rendah. Bahkan bisa saja, luncuran air dari pegunungan ini serta-merta membawa material tanah yang terkikis. Lambat-laun air kiriman tersebut melebihi kapasitas saluran pembuangan air, hingga akhirnya meluap ke permukiman, ladang dan sawah warga.
Kerusakan dan gundulnya hutan sendiri bukanlah sesuatu hal yang sama sekali baru, sebab hutan-hutan yang rimbun akan pepohonan sudah tidak tabu lagi digasak kerakusan manuisa.
Mungkin kita sering mendengar sekaligus menyaksikan bagaimana pencurian pohon berskala besar diberitakan di media massa ataupun di kanal-kanal media sosial tertentu yang umumnya pernah kita baca. Pepohonan ditebang merajalela demi pembangunan infrastruktur yang kita anggap lebih menjamin seantero jagat kehidupan warga negara.
Terakhir, kabar duka itu datang dari kejadian penggundulan hutan terluas yang ada di Indonesia, hutan Kalimantan yang digadang-gadang sebagai salah satu paru-paru dunia terus saja dipelontosi dengan sengaja.
Tepat pada bulan Agustus 2020, hastag save hutan Kalimantan, save Borneo, save Kinipan, Ibu Kota pindah dan kalah moncer Ibu Kota di pindah, sempat menjadi trending topik pembicaraan netizen di kanal Twitter.
Terdapat ragam argumentasi yang mengitari fakta yang menyayat banyak hati nurani; mulai dari mengait-ngaitkan upaya perpindahan ibu kota negara ke Kalimantan sebagai modus membabat hutan yang dirindukan, upaya perlawanan warga Dayak Kinipan yang bersikeras memandang bahwa hutan Kinipan adalah hutan adat, video penangkapan ketua adat Dayak Kinipan Effendi Buhing oleh aparat sampai dengan cuitan nyeleneh dan meme sarkastik yang menunjukkan ketidaksetujuan netizen terhadap penggundulan hutan demi investasi kelapa sawit.
Sebagai sampel dari argumentasi pertama yang telah disinggung di atas, sebagaimana diproyeksikan oleh akun Twitter yaudah iya @gantiakuns (26/08/2019). Akun tersebut mencuit; "Lama-lama hutan di Kalimantan ge habis untuk pembangunan dan pabrik-pabrik pada pindah, yang semula asri/adem jadi panas/gersang. Please don't think about anything else, but think about habitat and nature. #KalahMoncerIbuKitaDipindah #IbuKotaPindah #savealam #savehutanKalimantan.
Cuitan itu juga dilengkapi dengan capture visualisasi gagasan kita sebagai simbol identitas negara dan momentum tatkala presiden Joko Widodo mengumumkan berpindahnya Ibu Kota Jakarta ke wilayah sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian wilayah kabupaten Kutai Kertanegara, pulau Kalimantan".
Untuk argumentasi yang kedua dan ketiga fokus memotret setiap episode perlawanan yang dilakukan oleh adat Dayak Kinipan lebih banyak digaungkan oleh akun Twitter Andreas Harsono @anderasharsono. Bahkan hampir setiap rekam jejak pergerakan yang dilakukan oleh warga adat Dayak Kinipan ini nampak seperti menggambarkan nafas-nafas kehidupannya.
Andreas dengan konsistensi menunjukkan keberpihakannya dan kesamaan suara dengan perlawanan yang dilakukan oleh warga adat Dayak Kinipan, sampai dengan mengumumkan akan hadirnya sosok ketua adat Dayak Kinipan Effendi Buhing di acara Mata Najwa. Demikian cuit Andreas (20/09/2020); "Ketua adat Dayak Kinipan Effendi Buhing akan muncul dalam acara @MataNajwa soal hutan Kinipan dan bagaimana izin-izin dari Bupati sampai menteri merusak hutan demi perkebunan sawit".