Lihat ke Halaman Asli

Isra Miraj dan Doa Guru

Diperbarui: 15 April 2018   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : Dokumen Pribadi

"Aku percaya dan membenarkannya" kata Abu Bakar bersaksi, sebagaimana dikisahkan Bukhari dalam shahih-nya. Seuntai kalimat ini ia sampaikan pada Nabiyullah, saat orang-orang menertawakan, menghina, dan menyebutnya gila dalam peristiwa Isra Mi'raj.

Ashidiq, begitu sang Nabi menggelarinya, mampu melihat kejadian yang sementara orang tak mampu melihatnya, karena memang Isra Mi'raj tak memenuhi syarat empirismedan logikamanusia.Peristiwa ini hanya bisa terlihat dengan menajamkan pandangan hati berlandaskan iman tanpa keraguan sedikitpun sebagaimana Ashidiqmelakukannya.

"Isra"demikian Al-Utsaimin menerangkan dalam syarah kitab Lum'atil i'tiqaad, adalah perjalanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalambersama Jibril alihissalamdari Mekah ke Baitul Maqdis Palestina"." Sedangkan Mi'raj"adalah tangga yang menghantarkan Rasulullah dari Baitul maqdis ke atas langit sidhratul muntaha".

Perjalanan maha dahsyat ini menghantarkan Nabiyullah melintasi Mekah-Yerusalem yang berjarak kira-kira 1700 kilometeran lalu menuju langit hanya dalam waktu satu malam saja. Jarak waktu dan kecepatan di luar nalar dalam hitung-hitungan hukum fisika. Ya memang begitulah, Allah membatasi kemampuan kita. Perkara ini dinamai ghaib."Ghaib" kata Prof. Abdur Razq Badr dalam khutbahnya "adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh mata dan panca indera lainnya".

Ketika mata telinga dan semua indera kita dibatasi untuk melihat dan mendengar segala bentuk keghaiban, tidak ada yang bisa kita perbuat kecuali mengimani. Beriman itu berat, terlebih ketika pandangan hidup kita sudah sangat terlalu metarialistis- tidak puas jika tidak beruwujud. Rezeki itu uang, bahagia itu berharta, senang itu mewah dan sebagianya.

Salah satu perkara ghaib yang harus kita imani adalah tentang hasil akhir dari apa yang kita usahakan. Islam mengajarkan bahwa dalam setiap apa yang kita usahakan ada campur tangan yang Maha Kuasa. Berkaitan dengan urusan ghaib, sebagai seorang yang sedang belajar menjadi guru, saya selalu mengingat nasihat K.H. Maimun Zubair,"jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak serahkan kepada Allah. Do'akan saja terus menerus aga muridnya mendapat hidayah."

Seorang guru yang baik, mungkin begitu maksud Mbah Maimun dalam pesan nasihat yang begitu viral ini, harus meyakini bahwa pintar dan bodohnya anak yang kita ajar, bukan semata-mata karena usaha kita saja. Ada Allah yang menyertai, ada Allah yang berhak menentukan hasil akhir, dan ada Allah yang maha tahu apa yang baik dan buruk buat kita meskipun tidak sejalan dengan logico-hypotetico-verificatiodalam nalar manusia.

Al-Baqarah 216 mengingatkan kita semua, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui".

Tugas manusia adalah berusaha dan berdo'a dengan penuh kesabaran. Mengapa berusaha dan berdo'a harus disertai dengan kesabaran? Begini, apa yang kita usahakan terkadang tidak selesai atau tuntas dalam satu waktu, satu tempat dan satu cara saja. Kita mengajar terkadang tidak berhasil di waktu tertentu, di tempat tertentu dan dengan strategi belajar yang satu saja.

Butuh eksperimenyang berulang-ulang serta evaluasi berkala agar bisa ditindak lanjuti dengan solusi yang beragam. Bukankah ini butuh kesabaran? Guru yang tak sabar ujung-ujungnya mengajar dengan metode monoton, nembak nilai, dan berlalu tanpa evaluasi diri.

Lalu bagaimana sabar dalam berdo'a? Secara pskologis berdo'a dapat menghantarkan seorang hamba pada titik ketenangan karena meyakini bahwa Allah akan memperkenankan do'anya jikapun tidak Allah pasti sudah mempersiapkan rencana baik lebih dari apa yang  difikirkan. Oleh karena itu, guru yang baik adalah guru yang selalu menyertakan nama anak-anak didiknya dalam setiap do'a yang dipanjatkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline