Tidak Ada terompet dan petasan disini, kami memang tidak merayakan pergantian tahun baru, tidak ada tradisi semacam itu di Mekkah, pun ketika kemarin pergantian tahun baru Hijriyah, berlalu begitu saja, tapi bukan berarti tanpa makna, setidaknya kami punya rencana perbaikan ditahun mendatang, dalam banyak hal. Dirayakan atau tidak, hari-hari akan terus belalu, berganti minggu, minggu berganti bulan, dan terus akan berganti tahun berikutnya. Rasanya baru kemarin Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengumumkan, tumpukan sampah yang terkumpul selama perayaan tahun baru 2011 yang mencapai 7.149 ton, sungguh fantastis, kado istimewa buat pemda DKI. Begitu cepatnya waktu berlalu, 3 hari sudah tahun baru terlewati, kegiatan masih seperti kemarin-kemarin, biasa-biasa saja. Hari ini selasa, istirahat dirumah duduk-duduk sambil menikmati catle fish, cumi-cumi goreng, sang gurita mini, sebagian ada yang bertelur, dengan nasi panas-panas, sambal dan sedikit lalapan, bukan main nikmatnya, awal tahun baru yang mengesankan. [caption id="attachment_81606" align="aligncenter" width="300" caption="atas, cabai ex indonesia rp 60.000, bawah cabai lokal rp 35.000 (a.saukani)"][/caption] Meski cukupan lama tinggal di negri gurun, dalam urusan makan lidah jawa kami sama sekali tidak bisa berkelit dari yang namanya sambal, sambal memang sudah menjadi makanan kegemaran sebagian besar masyarakat Indonesia, jadi dimanapun kita bercokol, sambal wajib hadir bukan cuma sekedar pelengkap hidangan dimeja makan. Urusan sambal tentu tidak bisa lepas dari peran cabai, utamanya cabai merah sebagai bahan utamanya, cabai merah di Indonesia saat ini sedang pedas-pedasnya, banyak ibu rumah tangga mengeluh enggan mendekat, cabai merah diberitakan harganya sempat mencapai RP 70.000-80.000/KG, bahkan di Batam harga cabai merah mencapai RP 100 ribu/KG, harga cabai rawit dikabarkan lebih pedas lagi. Bagaimana mungkin cabai bisa sedemikian mahal?. Adapun di Mekkah cabai merah yang didatangkan dari Indonesia 1 KG dijual dengan harga SR 26, setara dengan RP 60.000, relativ lebih murah dengan di Indonesia, ini sudah dianggap sangat mahal, kita tahu cabe tersebut tentu harus terbang ribuan kilo meter dengan menumpang pesawat, bahkan sebelum naik pesawat bisa dipastikan cabai tersebut juga harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dari sentra produksi cabai tersebut. Sedangkan cabai merah lokal Mekkah, memasuki musim dingin ini, boleh dibilang juga sedang langka, namun mereka masih menjualnya dengan harga SR 15 setara dengan RP 35.000 saja, Kok bisa yah! cabai merah Mekkah lebih murah, padahal tidak ada hutan cabai di Mekkah. Cabai merah Mekkah, sama pedasnya, tapi lebih manis harganya. [caption id="attachment_81607" align="aligncenter" width="300" caption="cumi-cumi diantara ikan dan udang, dipasar mekkah (a.saukani)"]
[/caption] Cumi-cumi, hidangan makan siang kami hari ini, 1 KG kami beli cuma SR 10, dengan perbandingan kurs RS 1 = RS 2300 - RS 2500, setara dengan RP 25.000 saja, demikian pula ikan laut lainnya, udang serta rajungan (kepiting laut) dijual dengan harga relativ murah, sedang di Cilegon, Banten, diberitakan harga cumi-cumi mencapai RP 30.000, di Jakarta tentu lebih mahal lagi. Bagaimana mungkin Indonesia yang punya demikian luas lautan, dengan garis pantai terpanjang di Dunia, produk hasil lautnya demikian mahal?. Beras sebagai makanan pokok orang Indonesia, dengan mudah bisa kita temui ditoko yang menjual segala yang beraroma Indonesia di Mekkah. Beras pandan wangi, 1 karung 5 KG dijual dengan harga SR 25, berarti 1 KG beras tersebut berharga SR 5 setara RP 12.000 saja, sedangkan di Jakarta, beras dijual RP 8000/KG, beras di Mekkah lebih mahal, ini bisa kita maklumi, di Mekkah tidak ada sawah. Cuma ada satu pertanyaan dengan beras pandan wangi tersebut, kok Thailand sebagai pemasoknya?. Bagaimana kiranya Thailand bisa mendapatkan nilai lebih dari pandan wangi?. [caption id="attachment_81608" align="aligncenter" width="300" caption="beras pandan wangi ex thailand (a.saukani)"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H