Pada tahun 2020, dunia digemparkan oleh kehadiran virus yang mematikan umat manusia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa sindrom pernapasan akut parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2), juga dikenal sebagai novel coronavirus, menyebabkan penyakit coronavirus-2019 (COVID-19) (WHO 2020).
Demam, batuk, dan sesak napas adalah gejala yang paling banyak digambarkan maupun diumumkan kepada publik (Arslan dan Yldrm 2020). Wabah COVID-19 dengan cepat muncul sebagai pandemi di seluruh dunia dan dalam waktu singkat menyebabkan gangguan ekonomi, kehilangan pekerjaan, keuangan, kesulitan, dan isolasi sosial.
Banyak orang mengalami stres sebagai respons alami terhadap kesulitan. Di seluruh dunia, banyak studi klinis telah dilakukan untuk menemukan vaksin COVID-19, namun dampaknya pada kesehatan mental serta intervensi dan layanan terkait sebagian besar masih belum dipelajari.
Penyakit coronavirus baru (COVID-19) telah dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai darurat kesehatan masyarakat internasional. Karena infektivitasnya yang tinggi, negara-negara di seluruh dunia menerapkan penguncian nasional (nationwide lockdowns) dengan harapan dapat meratakan kurva epidemi. Di seluruh dunia, hal ini telah menyebabkan penutupan sekolah di lebih dari 150 negara yang mempengaruhi pendidikan hampir 1 miliar peserta didik (Sahu, 2020).
Pandemi COVID-19 memberikan dampak yang sangat besar di berbagai sektor khususnya di Indonesia. Indonesia saat ini dihadapkan pada situasi sulit terkait dengan penanganan dampak pandemi COVID-19.
Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk menekan angka kematian dan pasien positif yang terinfeksi virus covid-19, bahkan hingga upaya untuk menangani dampak sosial ekonomi dari penyebaran virus. Kesigapan dan upaya antisipasi yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak masa awal penyebaran virus COVID-19 hingga pertengahan 2021 seringkali dipertanyakan banyak pihak karena seringkali memberikan kebijakan yang kurang konsisten yang membuat kebingungan.
Banyak sekali pihak yang dirugikan, khususnya di sektor pendidikan. Hampir semua lembaga pendidikan di Indonesia menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh, atau pembelajaran secara daring dengan harapan dapat menekan penyebaran COVID-19. Akan tetapi, hal ini juga menjadi dilema tersendiri, di mana tidak seluruh peserta didik memiliki akses dan fasilitas yang memungkiri, dan yang paling penting adalah kesehatan mental yang mulai terganggu akibat terbatasnya interaksi sosial antara satu dengan yang lain.
Melihat fenomena sosial di mana banyak peserta didik yang merasa kelelahan dengan berbagai beban tugas yang diberikan selama sekolah secara jarak jauh ini, menjadi hal yang tidak aneh apabila mereka bereaksi menjadi stres dan tentu ini akan berakibat fatal apabila tidak ada upaya perubahan dalam sistem pembelajaran yang dibentuk baik dari akar rumput (guru, tendik) hingga pembuat kebijakan.
Dalam konteks pengaruh stress COVID-19 terhadap akademik peserta didik, Son et. al (2020) mengungkapkan bahwa dari 195 pelajar di Amerika Serikat, 138 (71%) menunjukkan peningkatan stres dan kecemasan akibat wabah COVID-19. Beberapa penyebab stres diidentifikasi yang berkontribusi pada peningkatan tingkat stres, kecemasan, dan pikiran depresi di kalangan siswa. Hal ini juga termasuk ketakutan dan kekhawatiran tentang kesehatan mereka sendiri dan orang yang mereka cintai (177/195, 91% melaporkan dampak negatif pandemi), kesulitan berkonsentrasi (173/195, 89%), gangguan pola tidur (168/195, 86%), penurunan interaksi sosial karena jarak fisik (167/195, 86%), dan peningkatan perhatian pada kinerja akademis (159/195, 82%).
Sedangkan di Indonesia sendiri, pandemi Covid-19 memberikan dampak pada 646.192 satuan pendidikan, 68.801.708 peserta didik, dan 4.183.591 pendidik mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini sampai Pendidikan Tinggi, Pendidikan Khusus, Pendidikan Vokasi, Pendidikan Masyarakat, Kursus dan Pendidikan Keagamaan (Kemendikbud, 2020).
Pemerintah Indonesia sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk menekan angka penyebaran Covid-19 ini. Namun hingga Juli 2021, justru kasus Covid-19 semakin mencuat. Hal ini menyebabkan Pemerintah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), bahkan kebijakan ini diperpanjang hingga 2 Agustus 2021.