Lihat ke Halaman Asli

Manda Gloria

"Setiap kebaikan perlu diabadikan"

(Bukan) Sitkom Dunia Terbalik

Diperbarui: 14 Juli 2021   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi penikmat layar kaca tentu tak asing dengan sitkom 'Dunia Terbalik'. Judul yang mengimplementasikan isi ceritanya. Sebuah ironi dimana perempuan menggantikan tugas laki-laki sebagai pencari nafkah. Begitupula pula berlaku sebaliknya, para lelaki di desa tersebut menggantikan peran wanita dalam mengurus rumah dan anak mereka. Disisipi muatan kritis yang dibalut dengan komedi yang selalu dikaitkan dengan judul sitkom tersebut.

Nampaknya dunia terbalik banyak terjadi di sekeliling kita. Salah satunya penolakan menteri Belanda terhadap RUU anti LGBT yang disahkan oleh Hungaria. Belanda menganggap bahwa Hungaria bukan termasuk bagian dari Uni Eropa karena telah membunuh nilai-nilai yang dianut Uni Eropa, salah satunya kebebasan berekspresi. Padahal apa yang dilakukan menteri Hungaria demi melindungi dan menyelamatkan generasi. Namun sayangnya bagi pemuja kebebasan hal itu sangat membahayakan.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengatakan bahwa Hungaria tidak lagi punya tempat di Uni Eropa karena meloloskan rancangan undang-undang yang melarang konten isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di sekolah.
"Bagi saya, Hungaria tidak lagi punya tempat di Uni Eropa," kata Rutte kepada wartawan sebelum menghadiri pertemuan tingkat tinggi Uni Eropa pada Kamis (24/6). (cnnindonesia.com, 26/06/2021)

Rutte melontarkan kecaman ini setelah pada awal Juni lalu, parlemen Hungaria meloloskan RUU untuk melarang seluruh materi dan program pendidikan anak-anak yang dianggap mempromosikan nilai LGBT dan konsep seksualitas menyimpang.

Kritik keras juga disuarakan oleh pegiat kelompok hak asasi manusia hingga partai oposisi pemerintahan. Masyarakat pun berkumpul pada hari H pengesahan RUU tersebut di Budapest dan gedung parlemen untuk menyuarakan protes. Bahkan RUU tersebut dinilai menjadi salah satu dari serangkaian kebijakan Perdana Menteri Victor Orban yang dianggap memecah belah. 

Beginilah ketika aturan yang diterapkan memuja kebebasan yang dibenarkan oleh sistem sekularisme. Dimana keberadaan Tuhan hanya dijadikan sebagai pencipta, tetapi bukan sebagai pembuat hukum. Maka apabila berbicara tentang aturan kehidupan satu-satunya yang dijadikan landasan adalah akal manusia. Padahal akal manusia memiliki keterbatasan, serba lemah, dan bersifat subjektif ketika memutuskan sesuatu. 

Penolakan juga datang dari negara Uni Eropa lainnya. Pada Selasa pekan ini, 14 dari 27 negara Uni Eropa yang mengutarakan "keprihatinan mendalam" terkait RUU itu melalui deklarasi bersama yang digagas Belgia. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, juga mengecam RUU tersebut. 

Dalam jumpa pers di Brussels pada Rabu pekan ini, Vin der Leyen mengatakan bahwa RUU itu jelas mendiskriminasi orang-orang karena orientasi seksual mereka. Hal itu bertentangan dengan seluruh nilai, nilai fundamental Uni Eropa, dan ini soal martabat kemanusiaan dan kesetaraan yang mana adalah hak dasar manusia, seperti dikutip CNN.

Kebijakan yang melarang seluruh materi dan program pendidikan anak-anak yang dianggap mempromosikan nilai LGBT dan konsep seksualitas menyimpang merupakan kebijakan yang tepat. Terlebih ketika diterapkan secara syar'i. Bukan hanya demi menyelamatkan generasi semata, tetapi demi tunduk pada aturan yang Allah kehendaki.

Dalam Islam LGBT merupakan perilaku yang melanggar syariat. Siapapun yang melakukan pelanggaran tersebut harus dihukum secara tegas. Hukumannya tak main-main, yaitu hukuman mati. Bisa dijatuhkan dari gedung tertinggi atau dengan cara lain. Bagi transgender yang tidak sampai melakukan sodomi dengan sesama, maka dia akan dihukumi ta'zir. 

Perilaku LGBT haram hukumnya. Laki-laki maupun perempuan harus hidup sesuai kodratnya. Baik dalam perilaku maupun dalam berpakaian semua telah diatur dalam Islam. Termasuk pendidikan seksual sejak dini dengan memperkenalkan batasan aurat dan memisahkan tidur anak-anak, baik kasur maupun selimut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline