Lihat ke Halaman Asli

Mereka Butuh Dipahami dan Didampingi

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Subuh pukul 02.10 WIB di tanggal 16 April 2014 lalu, saya terbangun mendengar suara yang memanggil-manggil nama bidan Iin. Bidan Iin merupakan salah seorang bidan yang melayani di salah satu desa di Kecamatan Hiliserangkai di Pulau Nias. Kebetulan malam itu saya kembali menginap di rumah bidan Iin. Saya cukup kaget karena selama ini belum pernah mendengar ada orang yang datang langsung ke rumah tempat bidan Iin tinggal. Biasanya pasien atau keluarga pasien menghubungi lewat telepon, dan bidan Iin lah yang akan berkunjung ke rumah pasien.

Listrik masih padam subuh itu dan lampu emergency yang dimiliki sudah padam karena kehabisan daya. Ketika pintu di buka, ternyata ada seorang ibu hamil yang mengalami perdarahan datang bersama dengan adik ipar dan suaminya ke rumah bidan Iin. Alhasil penerangan yang dipergunakan untuk menolong pasien hanya berasal dari sebuah lampu teplok dan cahaya dari senter kecil yang berasal dari korek api milik bidan. Saya sendiri mencoba merapikan tempat yang akan dipergunakan untuk pertolongan pasien dan membantu mempersiapkan peralatan yanga akan dipakai oleh bidan Iin.

Dari hasil anamnesis dengan ibu tersebut, ibu yang berinisial M Zebua, berusia 21 tahun serta sedang mengadung anak pertama tersebut datang dengan keluhan nyeri hebat di bagian perut dan perdarahan yang telah dimulai sejak pukul 22.00 WIB. Ibu juga menceritakan bahwa beberapa hari sebelumnya, dia pernah dipijit dibagian perut sebanyak 2 kali oleh dukun kampung. Alasannya dipijit yaitu supaya janin yang dirahim kuat. Pada saat terjadi perdarahan, ibu ini tidak langsung mencari pertolongan pertama kepada bidan karena merasa jumlah perdarahan yang keluar sedikit.

Bidan langsung memberikan pertolongan pertama dengan memasangkan cairan infus dan memberikan obat-obatan yang dapat memperkuat rahim sehingga kontraksi berhenti dan janin bisa terselamatkan. Bidan juga meminta supaya ibu tidak banyak bergerak dan tidak mengedan apabila nyeri timbul. Ibu juga diajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul.

Namun setengah jam kemudian, ibu mengeluhkan nyeri hebat akibat kontraksi yang terjadi dan merasakan seperti ada sesuatu yang keluar dari jalan lahir. Setelah diperiksa, bidan meyakini itu adalah gumpalan darah yang keluar tapi saya pribadi merasa bukan gumpalan darah melainkan kepala janin. Akhirnya setengah jam kemudian janin berusia 20 minggu tersebut lahir prematur dan sudah tidak terselamatkan lagi.

Air mata kesedihan langsung mengalir membasahi pipi ibu muda tersebut. Dia cukup terpukul karena janin pertamanya tidak dapat diselamatkan lagi. Menurutnya janin itu sudah cukup lama ditunggu-tunggu olehnya dan juga keluarga besarnya. Janin yang sudah tak bernyawa itu akhirnya diserahkan kepada suaminya untuk dibawa ke rumah dan dikuburkan.

Setelah rasa sedihnya agak berkurang, saya mencoba untuk bertanya kepadanya mengenai perawatan yang dia lakukan selama kehamilan. Menurutnya, bidan baru saja memeriksa kehamilannya beberapa hari sebelum janin yang dikandungnya lahir prematur. Dia juga mencoba untuk pergi ke dukun supaya dipijit sehingga janin yang dikandungnya menjadi kuat. Dari hasil diskusi lebih jauh dengan ibu akhirnya ibu mengatakan bahwa dia cukup stress selama beberapa minggu terakhir karena berselisih paham dengan ibu mertua dan sikap dari mertua semakin membuatnya tidak nyaman tinggal di rumah.

Rasa tidak nyaman yang dirasakan akhirnya membuat dia bekerja dari pagi sampai sore di ladang untuk menyadap karet dan sisa hari dia pergunakan untuk pergi berkunjung ke rumah ibunya yang berjarak sekitar 6 km dari desa suaminya. Malam hari menjelang waktu tidur dia baru pulang ke rumah bersama dengan suami. Kejadian tersebut telah berlangsung selama seminggu sebelumnya.

Apa hendak dikata, Tuhan berkehendak lain. Pertolongan maksimal telah diberikan namun sudah tak mampu menolong jabang bayi. Sebelum pulang pagi itu, ibu diberi konseling untuk menjaga kesehatan dirinya sendiri dan mengikhlaskan kepergian jabang bayinya. Pukul 06.00 WIB ibu dan suami kembali ke rumah dengan duka yang masih tersirat di wajah keduanya.

Pemeriksaan kehamilan berkala, konseling dan edukasi adalah bagian penting dari proses interaksi antara bidan dan ibu hamil. Adakalanya ibu mengabaikan pentingnya pemeriksaan kehamilan dan menjaga anugrah yanag sedang Tuhan titipkan lewat rahim mereka. Walau masih banyak juga bidan yang kurang peduli dengan ibu –ibu hamil dan ibu melahirkan. Namun, kunjungan rumah, diskusi dari hati ke hati dengan mereka akan memampukan mereka melakukan perawatan kehamilan yang baik dan benar. Berharap akan semakin banyak ibu-ibu di Nias yang menyadari pentingnya merawat diri sendiri dan janin yang dikandung sehingga tidak ada lagi bayi yang lahir meninggal demikian juga tak ada lagi ibu-ibu yang meninggal karena persalinannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline