Lihat ke Halaman Asli

Mengenal Kuliner Khas Nias Bagian Selatan

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1415228946510130810

[caption id="attachment_351891" align="aligncenter" width="448" caption="Bawi Ni Hunago merupakan salah satu kuliner tradisional khas Nias Selatan yang diolah dengan cara direbus."][/caption]

Menikmati indahnya pantai, berselancar, menikmati atraksi budaya atau sekedar mengunjungi pusat-pusat megalitik yang masih ada di Pulau ini merupakan aktivitas yang kerap dilakukan para wisatawan yang berkunjung ke salah satu daerah pariwisata yang ada di pulau Nias. Selain itu, aktivitas berburu suvenir atau mencoba mencicipi kuliner khas dari daerah ini merupakan aktivitas yang tak kalah menarik untuk dilakukan para pengunjung. Tentunya para wisatawan berharap bisa menemukan oleh-oleh khas Nias selatan yang dapat dibawa sebagai suvenir ketika pulang ke daerahnya masing-masing. Namun para wisatawan yang berkunjung ke Pulau ini akan bingung ketika ingin mencari oleh-oleh khas Nias karena hingga saat ini masih belum ada toko-toko khusus yang menjual suvenir khas di Nias bagian selatan ini.

Para pecinta kuliner tentu saja bertanya-tanya apakah ada makanan khas dari daerah ini yang bisa dicicipi? Ya, sesuatu yang khas dan tidak sama dengan daerah lainnya. Sayangnya hingga saat ini belum ada satu rumah makan pun yang menjual makanan khas dari daerah ini. Tentu saja ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah setempat untuk memunculkan sektor kuliner sebagai bagian dari promosi pariwisata dan mengemasnya dalam bentuk yang lebih kreatif sehingga menarik minat pembeli.

Bahan baku makanan dulunya di Pulau Nias terdiri dari umbi-umbian, pisang,dan sagu yang biasanya diolah dengan cara direbus atau dibakar dan dimakan bersama lauk pauk dan sayuran. Nasi hanya dimakan sekali seminggu saja. Untuk lauk pauk, masyarakat Nias mendapatkan sumber protein dari ikan, daging rusa dan daging babi hutan hasil perburuan kaum lelaki. Perburuan rusa dan babi hutan yang dilakukan selama puluhan tahun membuat rusa dan babi hutan yang pernah ada di Pulau ini hampir punah.

Sayur-mayur yang dikonsumsi biasanya ditanam diladang atau tumbuh di alam seperti terong, daun pakis, genjer, pucuk daun talas, daun singkong, kangkung air, dll. Bumbu-bumbu dapur yang digunakan pun hanya terdiri dari bawang merah, bawang putih, kunyit dan jahe. Cara pengolahannya di santan atau di rebus saja. Minyak goreng yang digunakan berasal dari minyak kelapa dan lemak babi dan saat ini telah digantikan dengan minyak kelapa sawit. Masyakarat pulau ini masih tergantung dari import sayuran yang berasal dari kabupaten Karo dan sekitarnya.

Untuk mengawetkan sumber protein yang didapatkan, biasanya masyarakat melakukan proses pengasapan dan penggaraman sehingga sumber protein tersebut bisa bertahan lama. Kesemua bahan makanan yang ada di olah dengan cara tradisional. Hampir semua jenis makanan tradisional ini sudah jarang kita temui ketika kita berkunjung di Nias bagian selatan. Hanya beberapa keluarga saja yang masih meneruskan tradisi ini dan sesekali mengolahnya bila ada tamu atau ada jamuan pesta.

Berikut ini beberapa kuliner khas Nias Selatan yang diolah dengan cara tradisional

1. Babae

Bahan utamanya terbuat dari “harita fakhe”, seukuran kacang hijau dan berwarna putih. Namun kacang ini sudah tidak dapat kita temukan lagi saat ini dan digantikan dengan kacang hijau. Bahan-bahan yang digunakan untuk mengolah kacang ini adalah bawang merah, bawang putih, jahe, kunyit, garam dan santan dan ditambah telur ayam kampung. Bentuknya seperti bubur dan biasanya dijadikan lauk pauk.

2. Gaolo Bekhu (roda setan)

Semacam Papeda berbahan dasar sagu atau singkong yang telah diparut. Biasanya disuguhkan dengan “i’a budu (ikan asin)” yang telah dibakar dengan tambahan cabe bakar yang diulek dan dicampur dengan air hangat dan garam.

3.Köfö- Köfö

Bentuknya seperti Nutget, menggunakan bahan dasar udang dan ikan yang telah diasapkan. Namun saat ini hanya menggunakan ikan saja karena udang susah ditemukan dan harganya cukup mahal. Biasanya diolah dengan cara di masak bersama santan kelapa.

4.I’a Nihunagö (ikan asap)dan Bawi Nihunagö (babi asap)

Proses pembuatannya sangat sederhana yakni dengan cara ikan atau daging babi yang ada di filet terlebih dahulu lalu ditambahkan garam kemudian diasap hingga kering. Biasanya masyakarat mengolah ikan asap dengan cara di masak bersama santan sedangkan babi asap hanya direbus begitu saja dan ditambahkan bawang merah dan bawang putih sebagai bumbunya.

55. Bawi ni’asioni atau Bawi Ni’owuru

Daging babi yang ada diawetkan dengan cara direndam dalam air garam dan disimpan dalam  wadah. Daging diolah dengan cara di rebus atau digoreng menggunakan lemak babi itu  sendiri.

Jika ingin mencoba nasi dengan bentuk yang cukup unik, kita bisa mencoba “Fakhe hada” atau “Fakhe nifalögu”. Nasi ini dimasak menggunakan periuk yang terbuat dari tanah liat yang berbentuk setengah lingkaran. Uniknya, nasi ini akan disuguhkan langsung bersama keraknya dengan lauk daging babi. Hanya saja nasi ini hanya bisa kita temui ketika ada pernikahan, upacara kematian atau jamuan pesta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline