Memiliki anak remaja usia, 12 tahun adalah tantangan sekaligus hiburan buat saya. Tantangan karena, saya harus bersikap bijaksana dan penuh toleransi sesuai dengan perspektif saya sebagai ibu usia 39 tahun yang memiliki pengalaman cukup dalam dunia cinta percintaan, sakit hati, putus asa, patah hati, gembira, bahagia, deg deg an dan lain lain yang ditimbulkan akibat perasaan menyukai dan mencintai laki laki. Dan kaitannya terhadap perkembangan mental, fisik, dan tentu saja dalam tatanan kehidupan sosial dan beragama.
Hiburan, karena buat saya semacam flashback pada usia remaja saya, saya jadi mengingat mengingat kembali kenangan kenangan di usia remaja yang sesungguhnya sangat manis, menyenangkan dan ringan, jika dibandingkan dengan kehidupan di usia saya pada saat ini. Saya juga menjadikan momen ini sebagai kesempatan untuk memperbaiki hal hal yang dulu pada masa remaja saya lewatkan dengan percuma, atau saya lewatkan tanpa bekal pengetahuan dan wawasan yang tidak sempat diajarkan oleh orang tua saya pada masa itu.
Karena kesibukan mereka berkarier dan bekerja. Untuk hal ini, saya selalu mengatakan pada anak saya, "bersyukurlah dirimu nak, memiliki mamah dan papah yang selalu ada mendengarkan keluhan dan kesahmu, dulu saya (mamah) dan suami saya (papah) tidak memiliki cukup keberuntungan, didengar dan diayomi langsung sehari hari oleh orang tua kami. Tapi itu tentu saja tidak mengurangi rasa terima kasih kami atas pengabdian seumur hidup orang tua kami membesarkan dan mendidik kami, hingga memiliki anak anak seperti saat ini."
Itulah saya bersyukur, saya telah membangun karier saya di rumah sejak kedua anak saya lahir, saya tidak ngoyo bekerja dan mencapai karier di luar rumah, saya justru membangun karier saya di dalam rumah di antara kesibukan membesarkan mereka pada waktu, sekitar tahun 2010 waktu, hal itu juga yang kemudian membuat saya melupakan kesukaan saya menulis dan berpuisi di halaman putih. Saya lalu lebih banyak berkutat di dapur menerima pesanan kue kue, menggelar acara acara baking demo bersama komunitas Makassar Cooking Club yang saya dirikan di awal tahun 2012.
Kini, ketika kedua anak saya, Lala dan Aryo hampir menginjak usia remaja seutuhnya, saya akhirnya merasakan kenyamanan berada dalam zona yang betul betul sesungguhnya layak saya syukuri. Karier dalam rumah saya, tetap membuat saya sebagai wanita berarti, karena saya memiliki pekerjaan yang menghasilkan pendapatan materi, sekaligus membuat saya di hargai lingkungan sekitar, karena saya memiliki kesibukan yang berasal dari kesukaan saya
Oke cukup tentang saya, kembali kepada, bagaimana memikat cowok idaman versi cewek 90-an, alias saya. Saya terang terang an mengatakan kepada Lala anak sulung saya yang sekarang berusia hampir 13 tahun dan duduk di kelas 7 (kelas 1 SMP zaman saya dulu), jika kamu menyukai seorang lelaki, sampaikan padanya secara langsung, jangan biarkan dia mengetahui perihal sukamu padanya melalui orang lain.
Tapi bukan berarti kamu menyampaikannya secara lisan. Bukan saya tidak menghargai wanita yang percaya diri menyampaikan langsung secara lisan perasaannya pada pria yang disukainya, tapi alangkah indahnya, jika wanita memendam perasaannya, sampai pria yang disukainya tersebut, akhirnya mengutarakan rasa cinta/sukanya lebih dulu.
Lalu anak saya bertanya, terus bagaimana cara saya membuatnya tahu kalau saya menyukainya? Saya jawab sambil mengingat ingat kenangan masa dulu, ketika beberapakali jatuh hati dan jatuh cinta pada seorang pria. "Pake mata dong nak, kamu kan punya mata, mata itu bisa mengeluarkan isi hati dan isi pikiranmu tanpa kamu harus bicara,"
Lalu Lala bertanya lagi, "gimana mah caranya? "
Saya maklum kalau Lala belum bisa mengeluarkan isyarat hati dan pikirannya melalui pandangan matanya, usianya masih sangat muda, aneka teknik komunikasi nya tentu masih sangat minim.
Saya tanya Lala lagi, sebesar apa perasaanmu pada laki laki tersebut, pikirkan dalam kepalamu, dan simpulkan di hatimu, lalu lemparkan melalui pandangan matamu. Dan Lala hanya manyun mendengar teori tersebut. Hahahhaha