SYAHADAT TERAKHIR
Farida Hanum
Hana menatap raga Andreas yang terbujur tak berdaya di ruang ICU. Perjuangan panjang Andreas telah berakhir. Berjuang melawan sakitnya, berjuang menjemput ajalnya, berjuang untuk kembali kepadaNya. Raga yang lemah, Mata yang tertutup rapat, hanya tersisa butiran air mata menetes membasahi pelipisnya, keringat dingin disekujur tubuhnya menjadi saksi betapa dahsyatnya sakaratul maut. Angka nol pada layar monitor ICU menjadi bukti bahwa ruh Andreas benar-benar telah terpisah dari jasadnya. Hana masih belum percaya Andreas telah nyata meninggalkan dirinya. Ia terdiam di sisi ranjang suami yang dicintainya itu, tatapan matanya fokus pada jasad Andreas. Air matanya deras mengalir tapi tak terdengar isak tangis, hanya desahan nafas panjang yang terdengar berkali-kali. Suami yang begitu perhatian, suami yang penuh kasih, suami yang perfect di mata Hana, harus pergi meninggalkannya. Hana memegang erat tangan Andreas, Ia berharap Andreas masih bisa menggerakkan tangannya, tapi tidak, tangan itu benar-benar tak bergerak, lemah dan tidak berdaya. Hana benar-benar terpuruk, karena Ia tidak lagi bisa mendengar panggilan manja Andreas, tak terdengar lagi desahan nafas beratnya, semua pergi dalam sekejap. Hana menengok monitor ICU berharap terjadi keajaiban, mengembalikan ritme detak jantung suaminya, memulihkan kembali kondisi alat vital Andreas, tapi tetap saja angka di monitor ICU menunjukkan angka nol.
Ada rasa frustasi, kecewa dan menyerah pada keadaan saat dokter menyampaikan bahwa Andreas meninggal dunia tepat di pukul 4.15 wib. Hana terdiam, mulutnya seperti terkunci, Darah dalam tubuhnya seakan berhenti mengalir, lunglai tubuh dan hampa jiwanya. Ia tak percaya bahwa suami yang dicintainya, yang selalu bersama saling setia, kini pergi dan tak mungkin kembali. Dalam ketidak percayaan itu, Hana syok berat, tetiba keseimbangan tubuhnya goyah, tubuhnya ambruk tak sadarkan diri. Beruntung Hilda putri keduanya dengan sigap menahan tubuh Hana. Dengan diibantu perawat, Hilda membopong tubuh Hana menuju kursi penunggu pasien. Hilda dengan sabar membalur tubuh mamanya dengan minyak kayu putih. Memijit dan menggosok telapak tangannya. Kelelahan lahir batin Hana benar- benar berada di titik nol. Bagaimana tidak, Ia sudah merawat Andreas bertahun-tahun akibat Stroke yang dideritanya. Dengan sabar Hana menjaga kesehatan Andreas agar bisa pulih kembali. Dan benar juga, Andreas memang benar-benar sudah sembuh. Hingga malapetaka itu terjadi. Andreas mengalami serangan stroke yang kedua kalinya tepat di bulan ramadhan. Di saat umat Islam bergembira menyambut bulan mulia, Hana justru sedang diuji oleh Allah atas sakit suaminya, dan harus menemani suaminya di ruang ICU.
Hana terjaga dari tidurnya, diliriknya jam ditangannya menunjukkan pukul 02.30 wib, suasana begitu hening, sepi dan tenang. Ha- nya terdengar ritme detak jantung di layar monitor beberapa pasien yang saling bersahutan. Hana menengok monitor ICU di samping kanan ranjang Andreas, Sepersekian detik ritme detak jantung Andreas berbunyi memberikan tanda kestabilan alat vital Andreas. Hana membelai mesra rambut Andreas, mulutnya terus berzikir, setelah menjalankan shalat malam. Hatinya penuh doa untuk suami tercinta, mulutnya penuh kalimat thoyibah berharap suaminya segera terbangun dari komanya. Tetiba matanya tertuju pada tangan Andreas yang bergerak membetulkan selimutnya. Hana benar-benar terkejut, Andreas tersadar dari komanya. Ia memegang tangan kanan Andreas. Benar! Andreas merespon pegangan tangan Hana.
"Ma, minum, dong" pinta Andreas lirih. Hana benar-benar kaget, Ia membelalakkan matanya, melihat kearah Andreas, Ia masih belum percaya dengan apa yang didengarnya.
"Alhamdulillah, mas, sudah sadar?" Hana memeluk erat tangan Andreas, menciuminya berkali-kali, hingga tanpa sadar air matanya meleleh membasahi punggung tangan Andreas
"Alhamdulillah Ya Allah, Engkau mendengar doaku" tangis Hana sambil terus memeluk erat tangan Andreas.
"Ma, mas haus, minta minumnya" Andreas mengulang kembali permintaannya. Hana tersenyum, Ia letakkan tangan Andreas dan mengambilkan Andreas air mineral, kemudian memberikannya sedikit demi sedikit.
"Pukul berapa sekarang, ma?"