Semarang-Mamdukh Budiman | Kemerdekaan Palestina adalah isu yang telah menjadi pusat perhatian dalam politik global selama beberapa dekade. Konflik Israel-Palestina, yang menjadi inti perjuangan kemerdekaan Palestina, telah menelan banyak korban dan menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan politik yang mendalam di kawasan Timur Tengah dan di seluruh dunia.
Konflik Israel-Palestina bermula dari sejarah yang kompleks dan terhubung dengan perang, pendudukan, dan upaya pemukiman. Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 181 yang membagi Palestina menjadi dua negara, satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab Palestina. Namun, konflik meletus, dan pada tahun 1948, negara Israel dideklarasikan. Perang Arab-Israel 1948 dan pengungsi Palestina yang terjadi sebagai hasilnya menciptakan ketidakstabilan yang masih dirasakan hingga hari ini. Selama beberapa dekade berikutnya, konflik tersebut melibatkan perang-perang seperti Perang Enam Hari (1967), Intifada (pemberontakan) Palestina, dan serangkaian perundingan yang menghasilkan kesepakatan Oslo pada tahun 1993. Kesepakatan Oslo diharapkan akan membawa kepada pendirian negara Palestina yang merdeka, tetapi kesepakatan tersebut terbukti buntu dan belum terealisasi.
Upaya-Upaya Perdamaian yang Gagal
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencapai perdamaian dalam konflik Israel-Palestina, termasuk upaya dari pihak internasional dan organisasi seperti PBB dan Quartet (AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB).
Beberapa negosiasi yang paling signifikan antara Israel dan Palestina termasuk Kesepakatan Oslo (1993): Kesepakatan yang diharapkan akan membawa kepada pendirian negara Palestina dengan perbatasan yang diakui internasional, tetapi perkembangan terhenti dan kesepakatan itu tidak sempat diwujudkan sepenuhnya.Camp David Summit (2000): Negosiasi antara Yasser Arafat (pemimpin Palestina saat itu) dan Ehud Barak (Perdana Menteri Israel saat itu) tidak menghasilkan kesepakatan. John Kerry (2013-2014): Menteri Luar Negeri AS saat itu, John Kerry, berusaha untuk memfasilitasi negosiasi antara Israel dan Palestina, tetapi upayanya juga gagal. Kegagalan upaya perdamaian ini telah meningkatkan keraguan terhadap kemungkinan penyelesaian damai melalui perundingan. Upaya pemukiman Israel di Tepi Barat, yang dianggap ilegal oleh hukum internasional, juga terus berlanjut, mengaburkan prospek solusi dua negara.
Hukum Internasional dan Kemerdekaan Palestina
Dalam upaya mencapai kemerdekaan Palestina, hukum internasional memainkan peran penting. Beberapa poin penting dalam kerangka hukum internasional terkait dengan kemerdekaan Palestina adalah:
Resolusi PBB: Resolusi PBB, terutama Resolusi 242 (1967) dan 338 (1973), menekankan perlunya penarikan Israel dari wilayah yang diduduki selama Perang Enam Hari pada tahun 1967 dan pembentukan negara Palestina. Namun, implementasi resolusi ini telah terhenti.
Hukum Humaniter Internasional: Konflik Israel-Palestina diatur oleh Konvensi Jenewa dan hukum humaniter internasional. Israel dianggap telah melanggar hukum dengan pembangunan pemukiman di Tepi Barat dan Gaza.
Pengakuan Internasional: Sejumlah negara telah mengakui negara Palestina, dan pada tahun 2012, Palestina diberikan status pengamat non-anggota oleh PBB. Meskipun pengakuan ini menguatkan klaim kemerdekaan Palestina, tantangan terus berlanjut.
Mahkamah Internasional: Palestina telah mencari dukungan hukum internasional dengan mengajukan kasus terhadap Israel di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terkait dengan perang di Gaza dan pemukiman ilegal. Proses ini sedang berlangsung dan masih menjadi titik perselisihan.