Bahwa sebagai lembaga Sosial Kontrol, dimana kiatnya adalah untuk melakukan upaya pemberdayaan Masyarakat melalui pembinaan dan pendidikan hukum, Khususnya Pengawasan yang berhubungan dengan Kebijakan Pemerintah.
Masyarakat yang melakukan Transaksi Jual beli Tanah/Bangunan dikota Makassar akhir-akhir ini lesu, kegairahan Masyarakat yang enggan melakukan transaksi terkait adanya kebijakan sistem Perhitungan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dianggap sudah tidak sesuai Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Pajak Daerah.
Bahwa metode Zona Nilai Tanah (ZNT) yang merupakan Produk Hukum Badan Pertanahan Nasional, semestinya tidak digunakan untuk dijadikan Indikator Kenaikan sistem Perhitungan Bea Perolehan hak Atas Tanah dan Bangunan, disebab ZNT adalah merupakan ketentuan Pemetaan Tematik. Namun Demikian yang sebenarnya diharapkan dari Pemerintah Daerah adalah "Kejujuran dari setiap Nilai Transaksi Jual Beli Tanah dan Bangunan".Namun tujuan itu sejogyanya membutuhkan kerja keras Pemerintah Daerah untuk menjangkau regulasi yang akan datang.
Bahwa jika Merujuk khususnya Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUUH Perdata, mengenai hukum perjanjian seperti asas kebebasan berkontrak dan/atau hubungan hukum privat yang pemahamannya tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun termasuk kebijakan/keputusan Pejabat Pemerintah maupun Pejabat Pemerintah Daerah, utamanya yang dapat berpotensi merugikan pihak yang bersepakat, dikecualikan jika tidak sesuai Peraturan Perundang Undangan (Hukum publik) maka dapat saja batal demi hukum.
Bahwa dengan adanya metode yang menggunakan sistem perhitungan diatas nilai Objek Transaksi yang dapat dikatakan "tidak terukur" dapat saja menuai tuntutan publik, apalagi dengan menggunakan istilah Zona Nilai Tanah (ZNT) yang istilah ini sama sekali tidak memiliki hubungan hukum antara Wajib Pungut dengan regulasi yang dimaksud, yang terparah lagi dari masalah ini karena telah berkembang ditengah masyarakat serta telah menjadi keresahan tersendiri bagi pihak yang telah melakukan perikatan antara Penjual dan Pembeli yang muaranya dari Transaksi tersebut, justru dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Notaris), pertanyaannya apakah Nilai kepercayaan Ke pejabat umum "sudah luntur" sedemikian rupa.?
Bahwa Zona nilai tanah atau ZNT adalah merupakan Produk hukum untuk kepentingan Badan Pertanahan Nasional yang awalnya merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 mengenai Pemetaan Tematik, sedangkan maksud dan tujuannya, agar Pelayanan dilingkungan Badan Pertanahan Nasional, dilaksanakan sesuai dengan pengaturan tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang maksudnya adalah untuk seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, yang bukan merupakan pengaturan tentang Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB).
"Sedangkan ruang lingkup pengaturan Pemetaan Tematik tersebut, diatur berdasarkan Surat Edaran kepala badan Pertanahan Nasional Nomor : 2/ SE-100/ 1/ 2015, Tanggal 16 Januari 2015."
Pejabat yang diberikan wewenang memungut Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan perlu memahami secara Hukum sebagai perintah Penguasa akan mematuhi karena suatu kandungannya dapat diterima oleh masyarakat umum atau tidak, begitu pula hal lain yang mendorong kepatuhan oleh komunitas atau masyarakat adalah karena ketakutan akan konsekuensinya, Namun jika hukum dipandang tidak masuk akal, maka hukum akan diabaikan, apalagi hukum itu tidak mengandung nilai-nilai filosofis, otomatis tidak akan mampu mewujudkan keadilan termasuk melindungi kepentingan umum, karena peraturan-peraturan yang baik ketika mampu mengikat Pejabat-Pejabat maupun yang mengikat rakyanya.
Makassar, 15 Juli 2019
KETUA UMUM