Lihat ke Halaman Asli

Mamat Sanrego: Kebijakan Yang Melanggar Hukum, Batal Demi Hukum

Diperbarui: 14 Juli 2019   20:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mamat Sanrego: Kebijakan Melanggar Hukum, Batal Demi Hukum

Dengan banyaknya keluhan Masyarakat diberbagai Media terkait Penerapan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang wajib dipertimbangkan pada setiap Transaksi Perolehan Hak yang dilakukan oleh Wajib Pajak (WP), baik orang pribadi maupun badan dalam wilayah kota Makassar, yang lalu kemudian "Loket Pelayanan Pembayaran belum bisa menghitung jumlah pajak yang harus dibayar", dengan alasan "sedang menunggu ada aturan baru yang akan keluar",(Fajar.co.id / 16 mei 2019) yang hal ini mendapat tanggapan keras dari Ketua Umum DPP-LIMIT, Mamat Sanrego.

Berdasarkan Pasal 56 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 2 Tahun 2018, Tentang Pajak Daerah, yang pembentukannya berdasarkan ketentuan pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan retribusi Daerah, khususnya Pemindahan hak karena jual beli, yang mana dalam Perda tersebut dijelaskan pada pasal 56 ayat (1) "Dasar Pengenaan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah "Nilai Perolehan Objek Pajak", Sedangkan yang dimaksud "Nilai Perolehan objek Pajak" seperti salah satu contoh, yaitu Kewajiban Pembayaran BPHTB didasarkan atas "Jual beli harga yang ditransaksikan" antara Penjual dan Pembeli dan bukan merupakan hitung-hitungan yang tanpa dasar.

Sepatutnya para Regulator/Pejabat atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Walikota harusnya melaksanakan sesuai Peraturan Perundang-Undangan dengan tidak mengesampingkan apalagi dengan cara dianulir Peraturan yang lebih tinggi seperti PERDA, sebab "Kebijakan yang melanggar Hukum, dipastikan batal demi hukum", karena dengan beredarnya   Surat Edaran  di Masyarakat (wajib pajak) kota makassar Nomor : 970/ 135/ S.EDAR/ BAPENDA/ IV/ 2019, Tertanggal 30 April 2019 Tentang Penggunaan Zona Nilai Tanah (ZNT) dalam Wilayah Kota Makassar, sangat mengganggu ekonomi sektor rill, aktifitas Transaksi Jual beli Tanah dan Bangunan dan tentu saja berpengaruh pula pada pendapatan Daerah.

whatsapp-image-2019-07-14-at-05-48-20-5d2b2c4d097f362d4e7a6b22.jpeg

Bahwa sekalipun Kebijakan Pemerintah Kota ini yang dikategorikan tidak populer dan berawal  dari Rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), melalui Program Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi (KOPSUPGAN), Namun tidaklah pantas jika kebijakan tersebut harus "melampaui" (Perda No.2/2018). Sebab hal ini dapat melukai hati masyarakat Kota Makassar yang selama ini meyakini Kemampuan para Anggota DPRD Kota makassar dalam memperjuangan Aspirasinya dan selain dari itu, jika Penerapan ZNT tersebut dipaksakan sangat dikhawatirkan tindakan tersebut, akan berpotensi "Gagalnya Target PAD yang dicanangkan".

Sejogyanya Pemerintah Kota Makassar jika ingin meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang perolehannya berasal dari Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan, khususnya Bea atas Pemindahan hak karena jual beli, harus berani mengambil langkah hukum sesuai Peraturan Perundang Undangan, utamanya yang berhubungan dengan Perubahan salah satu klausul (pasal) yang ada di Perda No. 2 Tahun 2018 mengenai sangsi jika suatu saat ditemukan Transaksi yang diduga tidak sesuai "Prinsip cara kerja Sistem Self Assesment", maka konsekuensinya dikenakan denda sebesar mungkin dan bukan hanya berdasar dari Rekomendasi baik tertulis apalagi jika hanya secara lisan.

Makassar, 14 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline