SAAT tiba di rumah wajahnya sudah diobras tebal-tebal. Ketika pulang sekolah. Jam nunjuk pukul dua belas lewat tiga puluh menit. Sudah siang tentunya. Ia tidak mau terlihat loyo, kalau berhadapan dengan Cibuk. Dangdut begitu namanya, jika memanggil ibunya dengan sebutan Cibuk. Dangdut ingin mengajukan protes yang kesekian kalinya pada Cibuk. Entah pengajuan protes yang nomor berapa. Dangdut sudah tidak ingat. Pokoknya ia ingin Cibuk mau mendengar dan mengabulkan protesnya. Apa pun yang terjadi. Demo unjuk rasa tetap digalang. Unjuk rasa pedes level 45 kayaknya.
"Ini harus!" katanya. Harus terjadi. Dangdut sadar, sangat sadar Cibuk memang lihai berdiplomasi hingga retorikanya tak dapat terbantahkan oleh anggota rumah, termasuk bapak. Kalau sudah meluncur deras font-font besar kecil atau tebal miring dari bibir Cibuk yang lumayan seksi. Itu kata bapak sih, notabene suaminya Cibuk. Maka tidak ada paragraf lain yang mampu menenggelamkan curahan kalimat dan suara Cibuk. Kata-kata Cibuk kadang liar kadang menawan. Gesit sekali. Tidak mudah dicerna begitu saja. Mesti pasang otak intel inside core i7 jika menyimak semburan dari mulut Cibuk. Emang lumpur Lapindo, nyembur!? Makanya misi Dangdut hari ini kudu sukses. Cibuk mesti menitahkan maklumat restunya! Kalau perlu Dangdut menggunakan cara-cara unjuk rasa yang paling anarkis, bila tidak direspon. Jika memungkinkan pakai atraksi goyang-goyang pagar segala. Seperti mahasiswa di kantor DPR. Ini inspirasi jos gandos yang didapatkan Dangdut dari tontonan berita televisi waktu lalu, "Mahasiswa memang mewakili semua kalangan. Termasuk bagi Dangdut." Pikirnya.
"Seperti yang sudah-sudah Cibuk sangat refresif!" batin Dangdut, sambil menuju dapur di mana jam-jam begini Cibuk pasti berada di pesemayaman kesayangannya. Dapur! Iya dapur lokasi yang sangat mistis dan sakral bagi Cibuk. Wilayah yang tidak sulit ditemukan dalam peta geografis pedapuran. Tempat yang paling digemari Cibuk saat rumah lagi sepi dari hiruk-pikuk penghuninya yang bertingkah ganjil. Dan hanya Cibuk di rumah itu yang merasa dirinya terjumlah genap.
Dangdut telah mempersiapkan semua teknis dan prosedur unju krasa yang sesuai perjanjian anggota rumah dan dapat diterima dengan padang lapang. Strategi telah dipikir Dangdut masak-masak, dengan racikan bumbu rahasia yang dahsyat saat di sekolah. Sejak istirahat pertama. Dangdut tidak mau keluar dari kelas. Tidak mau bicara. Tidak mau mencatat pelajaran. Tidak mau terima telepon. Tidak mau senyum. Tidak mau ke WC. Tidak mau makan makanan kesukaannya pisang goreng sambal petis udang yang disodorkan teman-temannya di meja. Sampai-sampai Dangdut dikira lagi ketempelan jin WC yang suka nangkring di pojok kantin sekolah. Sayangnya semua anggota kelas tidak ada yang berani berbuat sesuatu. Sekretaris kelas hanya memberi satu komando untuk segera keluar bagi yang berada di dalam. Khawatir bila Dangdut mengamuk. Bisa membuat kesetabilan kelas jadi terganggu. Dan tertular ketempelan. Makin menambah keruwetan dampak ekologisnya bagi ekosistem kelas delapan F di mata warga koloni SMP Godong Kelor, yang Dangdut sebagai ketua kelasnya. Oo, begitu toh!
Jalur migrasi Cibuk harus ditutup. Jangan sampai Cibuk meninggalkan dapur tanpa diketahui. Semua lubang. Jalan tikus dan jalan tembus pelarian mesti diblokade. Biasanya Cibuk punya banyak cara melakukan pelarian meloloskan diri dari dapur. Tanpa ada yang tahu. Cibuk terlalu licin untuk tangkap tangan. Meski tim Densus 88 sekalipun tidak bakalan berhasil melakukan penggerebegan. Memang dari sudut kacamata geografis maupun strategis, rumah sudah Cibuk kuasai. Baik dari sisi kontur, struktur keanekaragaman hayati dan artefak di dalamnya. Belum lagi letak astronomis garis bujur lintang rumah yang dikelilingi oleh tetangga yang begitu militan. Kekompakkannya tidak diragukan lagi. Jika sudah menyoal urusan nyinyir, gosip, viral, dan trendi barang baru di olshop. Sudah sangat kronis. Cibuk punya komplotan agresif yang terstruktur sistematis dan masif. Perilaku laten. Gerombolan ibu-ibu angkatan terakhir sisa perang Asia Timur Raya, tapi mengaku kelahiran era milenial. Mereka menamakan kelompoknya MMBB, 'Mami-Mami Baby Boomer'. hedeh! Oleh karena itu usaha Cibuk bertemu komplotannya mutlak dihambat, tidak bisa tidak, mesti digagalkan saat ini, batin Dangdut sambil berjingkat hendak melumpuhkan keberadaan Cibuk.
Perasaan Dangdut bergolak. Membuncah. Meraung-raung beringas. Ingin cepat-cepat menyergap Cibuk. Dan segera melepaskan vektor yang sudah siap luncur dari busur. Dangdut tidak sabar. Atraksi unjuk rasanya kian memuncak. Sudah birahi di ujung ubun-ubun.
Dengan mengendap-endap. Dangdut menyisir lorong yang menuju ke dapur. Ia yakin sekali Cibuk di sana. Bunyi klontengan wajan beradu dengan serok, pertanda memang ada yang sedang kora-kora di dapur. Semakin menambah keyakinkan Dangdut. Penyergapannya kali ini akan sukses besar. Sampai di ujung lorong ruang tengah memasuki zona dapur, Dangdut menegakkan dada dan mendongakkan dagu. Napasnya ditarik dalam-dalam. Ini lebih menambah tenaga dan mengalirkan darah kekepala untuk meningkatkan percaya dirinya. Wajah dipola garang. Biar tampak serius. Karena sedikit saja terpleset. Rencana bubar. Maka akan menjadikan tindakannya sebagai bahan tertawaan Cibuk. Dan tertawanya ngakak berbahak-bahak penuh kemenangan. Menyakitkan sekali. Dangdut sangat mengerti Cibuk orangnya jadi tidak akan serius jika ada hal-hal yang kurang bermutu, "Buang-buang waktu saja mendengarkan sesuatu yang tidak berbobot. Ikutan lawak berdiri saja bicara kalian!" celetuk Cibuk, kalau sudah menanggapi berita-berita konyol. Tentang pemilu atau politik, kek. Orasi demo mahasiswa, kek. Pastinya yang ada tayang di tipi.
"Cibuuuk!" teriak Dangdut sambil melompat dari balik pintu menerkam pundak, hendak memberi shock mental.
"Yatuhan yatuhan yatuhan, gustiii...!"
"Lah, kok si mbok Lik!? Cibuk mana mbok?" Dangdut terperangah. Ternyata yang sedang kora-kora di dapur adalah mbok Lik. Kakak sepupu Cibuk yang tinggal di kota lain. Wajah Dangdut seketika lesu. Semula bersemangat mengebu-gebu. Kini pudar. Dan kali ini pun Dangdut akhirnya dibikin kecewa tingkat dewa. Kenyataan yang menyesakkan. Ia melongo mentholo. Melihat mbok Lik di dapur sendirian tanpa dikawal Cibuk.