Lihat ke Halaman Asli

Siti Nur Rahmah

Freelancer

Kebaikan dan Penilaian: Refleksi Tentang Manusia dan Allah

Diperbarui: 3 Mei 2024   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi manusia dan timbangan dibuat oleh penghasil gambar AI

Kadang-kadang kita lupa, bahwa dalam perjalanan hidup ini, manusia seringkali terjerat dalam perangkap penilaian. Kita dengan mudahnya mengukur dan menakar kebaikan seseorang dengan patokan yang kita tentukan sendiri, sampai ketika ekspektasi kita tidak terpenuhi, kita dengan mudah menyalahkan orang lain atas ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang kita rasakan.

Bayangkan saja, ketika kita memberi bantuan kepada seseorang, entah itu dalam bentuk waktu, uang, atau perhatian, kita mungkin mengharapkan balasan yang setara. Tapi apa yang terjadi jika balasannya tidak sesuai dengan yang kita harapkan? Kita cenderung langsung menilai orang tersebut sebagai orang yang "tidak tahu diri". Tetapi, apakah kita memiliki hak untuk melakukan penilaian tersebut? Coba tanyakan pada hati nuranimu!

Manusia adalah makhluk yang penuh dengan kesalahan dan kekurangan. Kita tidak bisa mengukur seberapa besar kebaikan yang telah kita lakukan dan seberapa banyak balasan yang kita terima dari orang lain. Kita sering lupa bahwa setiap individu memiliki perjalanan hidup yang unik, dan cara mereka menyikapi kebaikan yang diberikan juga berbeda-beda. Lantas, mengapa kita masih saja sibuk mengukur sejauh mana orang membalas kebaikan atas perbuatan baik yang telah kita lakukan? Apakah tidak ada hal lain yang lebih penting untuk dilakukan dan dipikirkan?

Sudah seharusnya, kita tidak menaruh harapan pada manusia karena manusia cenderung terbatas dan sangat rentan melakukan kesalahan. Sebaiknya, taruhlah harapan hanya pada Allah. Sebab Allah adalah sumber segala kebaikan yang tidak pernah mengecewakan. Dalam setiap tindakan baik yang kita lakukan, hendaklah kita mengharapkan balasan dari-Nya, jangan dari manusia lainnya.

Sebelum kita menuntut balasan atas kebaikan yang kita lakukan, marilah kita melakukan introspeksi dan refleksi terhadap diri sendiri. Sebab di setiap kebaikan, belum tentu ada keikhlasan di dalamnya. Sedangkan, ikhlas adalah ilmu yang sulit dikuasai oleh manusia. Pertanyaannya : Apakah selama ini sudah ada keikhlasan dalam setiap perbuatan baik yang kita lakukan? Apakah selama ini kita berbuat baik hanya untuk mendapatkan validasi dari manusia lain bahwa kita adalah orang yang baik?

Merendahkan orang lain tidak akan membuat kita lebih tinggi. Kita tidak berhak menilai dan menakar balasan kebaikan orang lain atas kebaikan yang kita lakukan, sebab kita bukanlah Allah yang mengetahui sepenuhnya tentang timbangan kebaikan dan keburukan seseorang. Setiap individu memiliki perjalanan hidup yang berbeda, dan kita tidak memiliki hak untuk mengukur seberapa besar kebaikan yang mereka berikan.

Ingatlah, seringkali yang terlihat baik tidak sebaik itu, begitu juga dengan yang terlihat buruk tidak selalu benar-benar buruk. Kita harus belajar untuk melihat melebihi penampilan fisik dan tindakan luar, dan mencoba memahami keadaan dan motif di baliknya. Jika memang merasa segala kebaikan yang telah kamu lakukan adalah sifat bawaanmu sejak lahir, maka buktikanlah! Sebab keikhlasan itu tidak bisa sekedar di bibir saja dan tidak membutuhkan validasi manusia lainnya.

Kesimpulannya, mari kita berusaha untuk lebih memahami satu sama lain, menggali lebih dalam ke dalam diri kita sendiri, dan menaruh harapan yang sejati hanya pada Allah. Kita semua manusia, dengan segala kesalahan dan kekurangan kita. Dan mungkin, dengan lebih banyak pengertian dan kebaikan, dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih baik bagi kita semua.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline