Lihat ke Halaman Asli

Siti Nur Rahmah

Freelancer

Dinamika Murid yang Melawan Guru Dianggap Keren dan Sikap Oknum Guru yang Terlalu Menginginkan Penghormatan

Diperbarui: 8 Februari 2024   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi gambar kartun guru dan murid/ https://www.buguruami.my.id/2023/01/perangkat-ajar.html

Pendidikan adalah fondasi bagi pembentukan karakter dan perkembangan pribadi setiap individu. Namun terkadang, dinamika antara murid dan guru dapat menciptakan paradoks menarik. Di satu sisi, ada murid yang dianggap keren karena berani mengekspresikan emosinya dengan memberontak bahkan sampai tak segan memukul guru, sedangkan di sisi lain, ada oknum guru yang terlalu ingin dihormati hingga sering kali mencari-cari kesalahan muridnya. Artikel ini akan mengeksplorasi fenomena ini dan mencari pemahaman lebih dalam tentang peran masing-masing pihak, dan semoga bisa menjadi bahan instrospeksi diri.

Murid yang Melawan Guru dianggap "Hero":
Fenomena murid yang dianggap keren karena memberontak terhadap guru tidaklah baru. Bahkan ada beberapa kasus yang sampai diliput oleh media. Beberapa pandangan mengatakan bahwa hal ini bisa dipahami sebagai bentuk ekspresi diri, penolakan terhadap otoritas tanpa alasan yang jelas, atau bahkan hanya mencari identitas sosial. Murid-murid yang berani berbicara dan berdiri teguh terhadap kebijakan atau ketidakadilan mungkin dianggap sebagai pahlawan di kalangan teman-teman mereka.

Namun, perlu dicatat bahwa memberontak hanya untuk mencari perhatian atau tanpa alasan yang kuat dapat berdampak negatif pada proses pembelajaran. Ini dapat menciptakan ketidakstabilan suasana di dalam kelas, mengganggu pelajaran, dan merusak hubungan antara guru dan murid. Oleh karena itu, penting untuk memahami alasan di balik pemberontakan tersebut dan mencari solusi yang konstruktif. Dan diharapkan Kepala Sekolah pun tidak hanya memahami cerita dari satu pihak saja.

Sikap Oknum Guru yang Terlalu "Gila Hormat" :
Di sisi lain, ada oknum guru yang terlalu menginginkan penghormatan dari murid-muridnya. Meskipun penghormatan terhadap guru adalah hal yang baik, menginginkan penghormatan berlebihan dapat menciptakan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam hubungan guru-murid. Sikap otoriter dan keinginan untuk selalu mendapatkan pengakuan bisa membuat lingkungan belajar menjadi kurang kondusif untuk pertumbuhan pribadi murid dan kesehatan mentalnya.

Sebagai seorang pendidik, penting bagi guru untuk membangun hubungan saling menghormati dan memberikan ruang bagi murid untuk mengembangkan suara mereka. Terlalu fokus pada penghormatan dapat mengabaikan pentingnya memberdayakan murid untuk berpikir kritis, berkomunikasi secara efektif, serta berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Menciptakan Lingkungan Belajar yang Seimbang:
Untuk menciptakan lingkungan belajar yang seimbang, perlu adanya dialog terbuka antara guru dan murid. Guru perlu mendengarkan pandangan dan perasaan murid dengan penuh perhatian, sementara murid juga perlu menghormati otoritas guru. Pendidikan yang efektif membutuhkan keseimbangan antara memberikan otoritas dan memberikan kebebasan kepada murid untuk berkembang.

Dalam mengatasi dinamika ini, penting untuk mempromosikan etika komunikasi yang sehat, memahami perspektif masing-masing, serta mencari solusi bersama-sama. Kesadaran diri serta penghargaan terhadap peran guru dan murid sebagai mitra dalam proses pembelajaran, dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan holistik bagi semua individu yang terlibat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline