Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Memburu Si Pencuri Senja

Diperbarui: 1 Oktober 2018   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (foto: pixabay.com)

Pada tahun 1998 masyarakat Indonesia dibuat gempar. Seseorang telah mencuri sepotong senja. Ketika itu, si pencuri ketahuan. Ia dikejar, diteriaki, "pencuri....pencuri...". ia berlari pontang panting ke arah utara. Warga yang kebetulan ada di sekitar kejadian  mengejarnya. Namun aneh, si pencuri itu tidak diketemukan. Ia lolos. Ia hilang bagai ditelan bumi.

Berita hilangnya senja pun tersebar dengan cepat ke seluruh negeri bahkan ke mancanegara. Dampaknya luar biasa. Pantai-pantai yang biasanya selalu dipenuhi turis-turis lokal maupun asing tampak sepi. Mereka tidak lagi antusias mendatangi pantai karena mereka tidak lagi menjumpai senja yang indah di sana.

Kondisi ini pun berdampak terhadap pemasukan negera. Penghasilan negara dari sektor pariwisata merosot drastis. Tidak hanya pemerintah yang dirugikan tetapi para pedagang di pantai pun ikut merasakan imbasnya. Mereka tidak lagi menjajakan alas tempat duduk bagi pasangan kekasih yang menikmati senja atau para pedagang air mineral,  para pedagang suvenir seperti gantungan kunci berbentuk potongan senja atau dalam bentuk tempelan kulkas. Singkatnya, hilangnya senja membuat banyak orang kehilangan penghasilan, pantai menjadi sepi.

Pemerintah pun tidak tinggal diam. Mereka berusaha keras mencari si pencuri senja itu agar ia bersedia mengembalikan potongan senja ke tempat asalnya. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah, mereka membentuk Tim Pencari Pencuri Senja. Kebetulan aku salah seorang yang mendapat tugas tersebut.

***

Aku mulai menjalankan tugasku dengan meneliti kliping-kliping koran, majalah yang ada. Aku tidak menemukan tanda atau jejak si pencuri senja di media massa tersebut. Aku cari di rubrik-rublik berita tentang kriminalitas, aku tidak menemukannya. Aku nyaris kehilangan harapan  menemukan si pencuri tersebut. Tidak ada tanda atau petunjuk yang bisa dijadikan pijakan. Gelap.    

Pada suatu sore. Aku membaca buku kumpulan cerpen yang berjudul "Pelajaran Mengarang" . Salah satu cerpen judulnya "Sepotong Senja untuk Pacarku". Aku terperanjat. Seperti disambar petir. Kaget tapi juga bahagia. 

Seakan mendapat setetes air di gurun yang gersang.  Aku mendapat petunjuk yang sangat berarti. Di buku tersebut tidak hanya biodata si penulis yang cukup untuk pijakan awal tapi juga terpampang  fotonya. Ia jelas telah mengirim sepotong senja untuk pacarnya.

Aku pun girang bukan kepalang. Aku bergerak cepat. Foto hitam putih itu aku scan dan aku setting sedemikian rupa dengan ukuran A4. Fotonya terlihat besar dengan detail yang mudah orang mengenalnya.  

Aku tulis dengan cetak bolt di selebaran itu WANTED SI PENCURI SENJA. Aku print dan dicopy satu rim. Selebaran itu aku tempel di tempat-tempat keramaian, di mall-mall, pasar-pasar  dan tempat wisata. Aku berharap orang yang melihat foto yang kupampang itu mengontakku, memberi informasi.

Tidak hanya itu, aku menindaklanjuti informasi dari buku itu. Aku terbang ke Boston tempat kelahiran si pencuri senja itu. Mencari informasi laki-laki bertubuh gempal dengan rambut gondrong dan wajah yang dipenuhi berewok itu. Di sana aku mendapat informasi tentang keluarganya dan sekilas daerah asalnya. Menurut beberapa orang yang aku temui dan dimintai informasi, orang tersebut sudah lama kembali ke negeri asalnya, Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline