Lihat ke Halaman Asli

Tiga Hal yang Dinanti di Acara Maulid

Diperbarui: 26 Januari 2017   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ayo-ayo buat formasi tiga-tiga”, seru panitia maulid. Hadirin pun tidak menunggu perintah kedua, berkumpul masing-masing kelompok tiga orang.   

Tidak sampai menunggu lama, seorang panitia menyerahkan nampan atau baki berisi nasi kebuli lengkap: ada daging kambing, acar, pisang dan air mineral. Kadang aja juga berisi melon, semangka dan kerupuk udang. Wah dah gak tahan nih…pengen langsung sergap.

Suasana makan nasi kebuli ramai-ramai dengan nampan ini biasa ditemui kalau ada acara  maulid, khususnya di daerah Condet Jakarta Timur.

Terasa nikmat makan nasi kebuli saat maulid. Tidak hanya nasinya, tapi juga suasananya. Sambil ngobrol, jari-jari terus bergerilya mengambil kebuli. Terkadang ber bersentuhan. Panitia menyediakan ketas minyak tempat bungkus, biasanya sih ludes ditempat. Mungkin antisipasi kalau gak habis.      

Selain hidangan jasmani, makan nasi kebuli, hidangan yang tak kalah nikmatnya adalah hidangan ruhani atau spiritual: mengikuti pembacaan kisah perjuangan rasulullah dan mendengarkan tausiyah dari para penceramah.  

Pada pembacaan kisah perjalanan nabi diiringi dengan musik hadroh yang rampak dan dentuman bassnya mengetarkan hati. Menghayati penderitaan Nabi ketika memperjuangkan Islam yang penuh caci maki dan penderitaan terkadang air mata ini meleleh tak kuasa nahan. Mata sembab, wajah banjir air mata terbawa suasana sedih, haru dan bahagia. Sedih menghayati penderitaannya. Haru merasa kasihan dengan apa yang dirasakan Nabi. Bahagia karena diri ini bagian dari keagungan Rasululuh sebagai ummatnya.

Hidangan ruhani lainnya adalah menikmati ceramah para Ustadz. Penceramah utama pada acara maulid di mushola al-Barkah Condet 14 Januari 2017 yang lalu itu yaitu KH. Lutfi Zawawi. Ia menyampaikan empat hal yang ketika memandangnya bernilai ibadah. Pertama, memandang baitullah. Beruntung orang yang bisa memandang baitullah dan mencium hajar aswad. Karena tidak semua orang bisa melakukannya. Meskipun ia sudah ada di Makkah.  Kedua, memandang al-Qur’an. 

Jika memandangnya saja bernilai ibadah apalagi kalau membaca, mengkaji dan mengamalkannya.  Ketiga, memandang ulama, orang orag berilmu yang takut kepada Allah.  Keempat, memandang Ibu-Bapak dengan pandangan kasih sayang merupakan bernilai ibadah. Lebih lanjut ia menjelaskan birul walidain afdholu mina sholah wa shiyam wa haji wa shodaqoh wa jihad fi sabilillah.    

Suasana seperti itu hanya dirasakan ketika ada acara Maulid.  “Ayo-ayo buat formasi tiga-tiga”, bentar lagi nasi kebuli dateng. Sholallah ala Muhammad ShallallahuAlaihi Wa Salam.Wassalam.          




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline