Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Berjilbab Lebar, Si Pemungut Sampah

Diperbarui: 4 Januari 2017   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi masih ranum ketika aku berjalan-jalan bersama Sisi (anak kami) menelusuri jalan di sekitar rumah kami. Hampir setiap pagi kami jalan, berpapasan dengan tukang sayur, tukang ketupat, nenek yang sedang menyapu, pak tua yg merapikan tanaman, tukang ojek yg sedang menunggu penumpang, tukang odong-odong dlsb. 

Biasanya Sisi kalau sudah melihat tukang odong-odong ia akan minta naik "ayah naik odong-odong" rengeknya dengan mulut monyong. Kalau Sisi sudah meminta naik odong-odong susah untuk "dibebenjokeun" (dialihkan perhatiannya). 

Suatu waktu, sambil memperhatikan Sisi naik odong-odong, ada seorang dengan warna kulit sawo matang gelap, hidung mancung, berkerudung panjang atau sering disebut jilbab Syar'i dan berkaus kaki melintas di sekitar kami. Ia memunguti sampah-sampah kecil di jalan di sekitar kami. Ia kumpulin di tangan. Lalu ia membawa plastik kresek untuk tempat sampah yg dipungutnya. 

Ia terus memunguti sampah. Seperti tidak memperdulikan orang-orang yang ada di sekitarnya yang menatap heran. Abang tukang odong-odong bahkan berkomentar "orang gila kali ya, setiap pagi ngambilin sampah". Saya hanya diam. Teringat cerita nenek pemungut daun kering di halaman masjid di Madura. Ketika ditanya, si nenek menjawab ia punguti daun kering sambil membaca shalawat kepada Nabi. Karena ia merasa tdk punya amal sedikit pun. Ia berharap smoga daun-daun yg ia pungut bisa menjadi saksi kecintaanya kepada Nabi.

Tidak berani rasaya aku menghakimi si perempuan berjilbab panjang itu dengan menyebutnya "si gila" hanya karena ia memunguti sampah. 

Terlintas dalam pikiranku,  mungkin saja si perempuan itu sedang mengamalkan ajaran agama yang mengatakan "Allah itu Maha Suci dan mencintai yg suci" atau "kebersihan itu sebagian dari iman". Atau mungkin si perempuan berhidung mancung itu sedang berdzikir kepada Sang Maha Kuasa dengan bertasbihkan sampah-sampah yang berserakan. 

"Ayah udah naik odong-odongnya"  Sisi ngasih tahu bersamaan musik odong-odong berhenti. Saya tersadar, sudah tidak melihat lagi si perempuan berkaus kaki itu. Mungkin ia telah banyak mendapat sampah sebanyak ia berdzikir.  Ingin rasanya bertanya mengapa ia melakukan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline