Lihat ke Halaman Asli

Dispensasi Kawin = Legalisasi Pernikahan Anak?

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1426474037451071966

[caption id="attachment_355659" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: islampos.com"][/caption]

Data Badilag (Badan Peradilan Agama) tahun 2014 menunjukkan ada 426 kasus dispensasi kawin di Indramayu. Sementara untuk tahun 2015 (Januari-Februari) sudah ada 73 kasus dispensasi kawin di kabupaten yang terkenal dengan mangganya itu.

Dispensasi kawin merupakan keringanan yang diberikan oleh Pengadilan Agama untuk memperbolehkan menikah kepada calon pengantin. Menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dispensasikawin diberikan kepada calon pengantin karena salah satu mempelai atau keduanya belum masuk usia yang ditentukan dalam Undang-undang perkawinan yaitu 16 untuk perempuan dan 19 untuk laki-laki atau terkait dengan izin calon pengantin kepada walinya.

Data tingginya kasus dispensasi kawin ini juga bisa untuk melihat seberapa besar angka perkawinan anak yang terjadi di Indramayu. Sebagaimana kita tahu, bahwa data valid pernikahan anak sangat susah didapat karena seringkali pernikahan anak dilakukan secara tidak tercatat di KUA (Kantor Urusan Agama). Untuk itu, data dispensasi kawin ini bisa dijadikan data awal untuk membantu mengetahui kasus perkawinan anak yang terjadi di sebuah wilayah.

Analisa lebih lanjut dapat dilakukan. Misalnya mengapa orang tua mengajukan dispensasi kawin? Apa yang terjadi dengan si anak tersebut? Karena bisa jadi anaktersebut masih duduk di sekolah SMP atau SMA. Jika hal ini terjadi, anak perempuan atau anak laki-laki akan putus sekolahnya. Mereka belum siap secara fisik, mental dan sosialnya. Akhirnya perkawinan yang akan dibina sangat rentan terjadi perceraian. Khusus bagi perempuan, kerentanannya semakin besar terkait dengan kesehatan reproduksinya. Sehingga tidak sedikit kasus kematian Ibu dan bayi berawal dari ketidaksiapan pasangan dari perkawinan anak ini.

Selain itu, penelitian Nurmilah Sari (2011) di Tangerang menyebutkan bahwa pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara dispensasi kawin ini karena faktor psikis calon pengantin perempuan. Karena kebanyakan kasus dispensasi kawin calon pengantin perempuannya dalam kondisi sudah hamil sebelum nikah.

Jika merujuk hasil penelitian di atas, maka tingginya kasus dispensasi kawin di Indramayu bisa dibaca dengan dua hal. Pertama, tingginya dispensasi kawin merupakan bentuk nyata dari tingginya angka pernikahan anak di Indramayu.Kedua, tingginya dispensasi kawin juga bisa dilihat sebagai pertanda tingginya angka Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) atau kehamilan di luar nikah yang terjadi pada anak-anak sekolah.

Lalu apakah dispensasi kawin ini solusi atau malah jalan tol bagi maraknya pernikahan anak? Apakah menaikkan usia kawin untuk perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun menjadi solusi yang bisa meredam tingginya dispensasi kawin? atau pasal tentang dispensasi kawin perlu dihapus untuk menutup lubang kemungkinan terjadinya pernikahan anak? Lalu bagaimana dengan kemungkinan meningkatnya angka pernikahan sirri(tidak dicatat di KUA)?

Masih perlu adanya penelitian lebih lajut untuk menyelesaikan persoalan ini. Tetapi yang jelas, dispensasi kawin telah memberi ruang bagi terjadinya pernikahan anak dengan berbagai alasan. (Wassalam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline