Sekitar tahun 1991 seorang teman sekolah, waktu itu masih sekolah setingkat SMA, mengajak saya untuk belajar satu ilmu hikmah, untuk menjaga diri kata temen saya, “jadi orang jangan terlalu polos” bujuk temen saya waktu itu. Saya pun menurut ajakan temen itu. Kebetulan waktu itu masa liburan sekolah dan tidak membutuhkan waktu lama untuk belajar ilmu itu. Saya berangkat bersama teman tersebut ke sebuah kampung di perbatasan Jawa Barat- Jawa Tengah. Kami diberi ramalan yang harus diwirid dan menjalankan puasa beberapa hari. Setelah selesai semua persyaratan yang ditentukan, kami pun di coba dengan menghadirkan para alumni perguruan tersebut untuk mengetes kami. Sejumlah orang diminta untuk menyerang, kami menghalaunya dengan menekan nafas dan menghentakannya, tak disangka orang yang menyerang itu tak dapat menyentuh kami, bahkan mereka terjungkal. Saya merasa heran dengan kejadian tersebut. Apa sesungguhya yang terjadi? tidak ada penjelasan rasional dari kejadian tersebut.
Beberapa tahun kemudian, ketika pulang ke rumah, saya menemukan sebuah buku dengan tulisan tangan yang didalamnya tertulis sejumlah ramalan ilmu dengan cara pengamalannya. Sayangnya saya waktu itu tdak sempat menyalinnya dan kemudian hari saya mencari lagi buku tersebut tidak ditemukan. Dalam buku tersebut tertulis ajian panglimunan (ilmu menghilang), ajian kekebalan, pengasihan/pelet, kewaskitaan, meraga sukma, sirep dan banyak lagi.
Ajian-ajian tersebut dalam praktiknya sering kita jumpai dalam cerita-cerita masa lalu yang tertulis dalam buku-buku novel sejarah. Misalnya dalam buku serial “Gajah Mada” karya Langit Kresna Hariadi atau dalam buku “Perang Bubat” karya Aan Merdeka Permana, “Prabu Siliwangi” karya E. Rokajat Asura, “Sunan Kalijaga” karya Wawan Susetya dan buku sejenisnya.
Sampai saat ini sesungguhnya ilmu-ilmu atau ajian-ajian itu masih tetap ada, meskipun hanya sedikit orang yang menekuninya. Jika kita seaching di internet, kita akan menjumpai blog yang menawarkan ilmu atau ajian tersebut dengan berbagai maharnya. Berbagai ilmu ditawarkan, ada yang model instan ada juga dengan cara-cara penempaan diri melalui wirid, puasa dan tidak tidur.
Dalam bentuk yang lebih ril kita jumpai juga ilmu-ilmu tersebut dalam film-film atau sinetron. Misalnya dalam film “Sunan Kalijaga” sinetron “Kian Santang” dan lain sebagainya. Fenomena tersebut mendapat respon yang beragam dari masyarakat. Bagi yang mempercayainya, ilmu-ilmu tersebut merupakan warisan leluhur dan kekayaan budaya timur. Bagi orang yang berfikir logis, fenomena tersebut tidak mudah diterima dan bahkan tidak sedikit yang mencibirnya.
Lalu bagaimana orang Barat yang terkenal dengan pandangan rasionalnya melihat fenomena tersebut? Tentu fenomena ghaib tersebut tidak luput dari perhatian orang Barat. Pada tahun 1882 di London berkumpul orang-orang cerdik pandai yang terdiri para filsuf, sarjana, ilmuwan, pendidik dan politisi, sepertiArthur Balfour,Charles RichetdanWilliam Crookes. Mereka tergabung pada Society for Psychical Research(SPR) untuk meneliti fenomena keanehan yang mereka sebut sebagai parapsikologi.
Mereka melakukan sejumlah penelitian tentang berbagai hal terkait dengan fenomena-fenomena ghaib yang terjadi pada manusia. Mereka meneliti bagaimana manusia mampu mengetahui tempat-tempat di masa lalu dan masa datang atau yang disebut dengan prekognisi. Mereka juga meneliti tentang kemampuan manusia untuk mengetahui kejadian yang terjadi di tempat sangat jauh atau persepsi informasi tentang tempat-tempat masa depan atau kejadian sebelum terjadi atau disebut dengan clairvoyance.Penelitian lain menyangkut kemampuan pikiran untuk mempengaruhi materi, waktu, ruang atau energy atau yang disebut dengan psikokinesis. Haakon Forwald (1897-1978) seorang insinyur listrik Swedia menunjukkan bahwa psikokinesis bisa terjadi karena medan gravitasi yang dihasilkan oleh tubuh yang bertindak atasneutrondalamatompada objek. Pada tahun 1991 pemenang Hadiah NobelBrian Josephsondan rekan penulis Fotini Pallikara-Viras mengusulkan penjelasan untuk psikokinesis dantelepatimungkin ditemukan dalam fisika kuantum.
Penelitian lain juga dilakukan atas kemampuan manusia berkomunikasi dengan sesamanya pada jarak yang sangat jauh tanpa ada alat komunikasi atau disebut dengan telepati tingkat tinggi. Terkait telepati tingkat tinggi ini ada buku yang bisa dipelajari secara ilmiah yaitu buku “High Telephatie (Telepati Tingkat Tinggi)” yang disusun oleh Suroso Orakas (1987).
Orang Barat akan terus melakukan penelitian tentang fenomena-fenomena ghaib yang terjadi pada manusia atau yang dimiliki orang-orang Timur. Mereka membongkar selimut ghaib dengan penjelasan ilmiah dan menjadi “produk baru” yang siap dipasarkan kembali ke dunia Timur dengan kemasan yang lebih menarik, dengan embel-embel ilmiah. ()
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H