Lihat ke Halaman Asli

Neng Hannah: Secangkir Kopi Panas dan Pemberdayaan Perempuan

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1303205141761672013

[caption id="attachment_102556" align="alignright" width="300" caption="Neng Hannah"][/caption] Secangkir kopi panas ini tak boleh disia-siakan Satu hirupannya merasuki diri dengan sebuah semangat Semangat kesyukuran meneruskan perjuangan sang perempuan Menjadikan apa yang belum diraihnya menjadi sebuah kenyataan Kenyataan yang mampu membuat siapapun tersenyum Tersenyum dalam keharmonisan Seluruh manusia dan alam Petikan puisi di atas ditulis bulan November 2010 di sebuah blog pribadi. Bercerita ten¬tang sebangkir kopi panas yang bisa membuat peminumnya mempunyai semangat hi¬dup untuk memperjuangkan mimpinya. Mimpi un¬tuk memperjuangkan nasib perempuan yang lebih baik. Mungkin pembaca bertanya-tanya, siapa ge¬rangan penulis puisi yang mencerminkan gelora se¬mangat hidup yang luar biasa dan penuh optimisme itu. Ia memperkenalkan dirinya sebagai seorang “ibu pe¬mikir”. Di lain tempat ia menyebut dirinya “Ibu pe¬nya¬¬yang dan pembelajar yang suka filsafat”. Seorang ibu muda dengan segudang mimpi dan aktifitas. Berkulit putih bersih dengan bibir yang se¬nantiasa mengembang menemani sikapnya yang ramah dan penuh semangat. Perempuan itu ber¬nama Neng Hannah. Ia lahir 31 tahun yang lalu tepat¬nya pada 24 Juli 1979 di Pandeglang Banten. Pe¬rempuan yang rajin menulis ini adalah anak kedua dari empat bersaudara pasangan H. Musoffa Abdulhaq dan Hj. Suhermi. Di usia yang relatif masih muda, Hannah, begitu teman-temannya me¬nyapa, seringkali digolongkan sebagai aktivis yang memperjuangkan kesetaraan dengan semangat ke¬adilan Islam. Ia selalu aktif mengkampanyekan kesetaraan gender dalam setiap langkahnya. Menurut perempuan yang bersuamikan Abdul Hakim ini, mengabadikan pengalaman dalam memperjuangkan kesetaraan laki-laki dan perem¬puan dalam sebuah tulisan adalah sesuatu yang pen¬ting. “Peranan tulisan dalam sebuah peradaban ma¬nu¬sia begitu signifikan. Karena tulisanlah ilmu pe¬nge¬¬tahuan bisa tersebar ke seluruh penjuru dunia. De¬mi¬kian pula halnya dalam sebuah perjuangan yang tak kan mungkin dilakukan tanpa peranan tulisan. Termasuk dalam perjuangan menciptakan kehi¬dupan yang berkesetaraan dan berkeadilan.” De¬mikian perempuan yang tinggal di Bandung ini menuliskan. Pernikahan dan status ibu dari dua anak pe¬rem¬puan ini tidak mengurangi aktivitasnya yang pa¬dat. Sehari-hari perempuan bermata sipit ini aktif meng¬ajar di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gu¬nung Djati Bandung memegang mata kuliah Filsafat Sosial. Selain mengajar, ia juga aktif menjadi peng¬asuh sebuah Majlis Taklim dekat tempat tinggalnya. Menurutnya, hal itu dilakukan sebagai amanah yang diemban sebagai seorang alumni santri Pondok Pesantren Ashiddiyiqah Jakarta Barat. Kepedulian ibu dari Isyqie (8) dan Ain (5 thn) ini pada persoalan-persoalan perempuan mem¬bawa penulis skripsi “Analisis Kuasa Michel Foucault terhadap Gender dan Pembangunan (Gender and Development/GAD)” ini pada kegiatan-kegiatan pember¬dayaan perempuan. Dari persoalan perdagangan perempuan, ekonomi, KDRT, lingkungan sampai pada wacana tentang perempuan dalam Islam. Kepeduliannya terhadap per¬soalan perem¬puan ia wujudkan bersa¬ma temen-temannya dengan mendi¬rikan sebuah lembaga yang bergerak pada pe¬nanganan persoalan perem¬puan dan lingkungan, RESIC (Research of Environment and Self Independent Capacity). Selain mendirikan dan mengembangkan RESIC, perempuan yang pernah menjabat Ketua Korp-HMI-wati Cabang Kab Bandung (KOHATI) itu aktif juga sebagai konsultan agama di P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perem¬puan dan Perlindungan Anak) provinsi Jawa Barat. Lembaga ini dibentuk sekitar awal tahun 2010 oleh BPPKB (Badan Pemberdayaan Perempuan dan Ke¬luar¬ga Berencana). Menurut Neng Hannah, P2TP2A merupakan tempat pelayanan bagi perem¬puan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan dibidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum, perlindungan dan pe¬nang¬gulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak. Perhatiannya pada persoalan perempuan ia curahkan juga dengan melakukan sejumlah peneli¬tian. Diantara penelitian yang pernah ia lakukan adalah “Pendampingan Teologis terhadap Perem¬pu¬an Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Kabupaten Bandung (Studi Terhadap pendam¬pingan Sapa Institute) UIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2008”, “Peran Mubalighoh dalam Pemberdayaan Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi terhadap Bale Istri di Pabean Kabupaten Bandung) DIKTIS tahun 2008” dan “Pemberdayaan Perempuan Pemulung di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Babakan Ciparay Kabupaten Bandung (Riset Aksi) DIKTIS tahun 2010.” Selain melakukan penelitian, Ulama Perem¬puan jebolan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima Jawa Barat ini seringkali diun¬dang untuk menyampaikan pandang¬an¬nya di sejumlah seminar dan perte¬muan terkait isu-isu perempuan. Se¬per¬ti Seko¬lah Perempuan “Fiqih Mu¬na¬kahat yang Berkeadilan Gender, PMII Komisariat UIN Bandung Cabang Kota Bandung dan Lokakarya Pengembangan Wawasan Multikul¬tural di Kalangan Majils Taklim, Puslitbang Kemenang RI dan ya¬yasan Taman. Perempuan yang menulis tesis “Kesetaraan Gender dalam Pemikiran Tasawuf Ibnu Arabi” pada konsentrasi studi Pemikiran Islam Pasca Sarjana IAIN Sunan Gunung Djati Bandung tahun 2004 ini rajin mendokumentasikan pengalaman melaku¬kan pembelaaan terhadap perempuan dan perja¬lanan hidupnya dalam sebuah tulisan. Media yang menjadi pilihannya adalah media online. Selain membuat akun facebook, ia juga me¬nyim¬pan sejumlah tulisannya di blog pribadinya, kompasiana dan blogspot. Pemikiran, perasaan dan je¬jak-jejak aktivitasnya ia tuangkan di media ini. Ia sadar betul betapa pentingnya sebuah tulis¬an untuk sebuah perubahan. Pada peringatan 10 tahun Rahima beberapa bulan yang lalu, perempuan yang sedang menyelesaikan pendidikan doktoralnya ini, menulis sebuah artikel dengan mengutip Gus Inal, penulis buku Bramma Aji Putra “Jika anda ingin mengerti dan dimengerti, menulislah. Jika anda bukan anak seorang raja atau pembesar, menulislah. Jika anda ingin menghormati dan dihormati, menulislah. Jika anda ingin menghargai dan dihargai, menulislah. Jika anda ingin dikenang dalam keabadian, menulislah”. Ditengah kesibukannya, mengajar dan mela¬kukan pendampingan perempuan korban, perem¬puan bersuara lembut ini rajin menulis catatan ha¬rian, artikel dan reportase di blog pribadinya. Ketika ditanya mau jadi intelektual selebritis? Ia menjawab dengan pasti “Ogah... ah jadi intelektual kritis emansipatoris dan berguna buat masyarakat aja.” Sebuah jawaban kepedulian atas persoalan masyarakat terutama perempuan. Satu cermin ulama perem¬puan masa depan. Semoga. Tulisan ini dimuat juga di majalah Swara Rahima edisi khusus.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline