Lihat ke Halaman Asli

"Ah...Itu Kan Janji Politik!"

Diperbarui: 5 Juni 2018   13:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

TAHUN 2018 dan tahun 2019, disebut sebagai tahun politik, karena pada tahun 2018 tahun dilaksanakannya pemilihan kepala daerah gubernur/bupati/walikota secara serentak di 171 provinsi/kabupaten/kota. Sedangkan tahun 2019 tahun dilakasnakannya pemilihan umum legislatif dan pemilihan Presiden Republik Indonesia.

Tahun politik, bisa disebut juga, tahun musim janji politik, karena dalam menjelang pemilihan kepala daerah /gubernur /bupati /walikota, pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden, merupakan tahun banyaknya obral janji politik dari para calon gubernur/bupati/walikota, calon anggota legislatif dan presiden.

Dalam masa kampanye, mereka mengobral janji, tiada lain agar dipilih oleh rakyat, sehingga keinginan jadi pemimpin, dan jadi anggota lesgilatif yang notabene wakil rakyat dapat terwujud. Maka berbagai janji pun diobral untuk menarik simpati, sehingga ketika pemilih berada di kamar bilik pemungutan suara menjatuhkan pilihan terhadapnya.

Janji politik itu, memang asyik dilontarkan, dan asyik didengar, seperti janji, jika terpilih akan mensejahterakan rakyat, akan membangun ini dan itu. Masyarakatpun banyak yang terbius, dan banyak juga yang sudah tidak percayai lagi terhadap janji-janji calon pemimpin dan wakil rakyat, berkaca pada pemilu-pemilu sebelumnya, karena tidak menepati janji-janjinya.

Biasanya, ketika mereka sudah terpilih menjadi kepala daerah, menjadi anggota legislatif dan menjadi presiden, seringkali lupa terhadap janji-janji yang telah diucapkannya dihadapan masyarakat pada saat melakukan kampanye. Mereka asyik , sibuk dengan dunianya sendiri sebagai pemimpin atau sebagai wakil rakyat.

Tidaklah heran, ketika janji itu, ditagih atau dipertanyakan, dijawab enteng dengan mimik wajah tanpa dosa alias watados, "Ah, itu 'kan janji politik,". Dia berkelit dengan pembenarannya sendiri, bahwa yang namanya janji politik bisa diingkari, bisa tidak ditepati.

Padahal yang namanya janji adalah utang yang harus dibayar. Apalagi janji politik, merupakan janji kepada publik atau janji kepada banyak orang yang harus ditepati, tidak ada alasan untuk diingkari. Janji adalah hutang. Walohu'alam.

000

Catatan :

Keterangan foto : MakNyos

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline