Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) terus bergerak memberantas pelbagai tindak pidana korupsi, diantaranya dengan melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Para pejabat tingkat tinggi hingga rendahan dan pengusaha, sudah banyak yang merngkuk dalam penjara.
___________________
Dari sekian banyak peristiwa OTT yang akhir-akhir ini masih jadi bahan pemberitaan, yaitu ditangkapnya Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain, Kadis PUPR Batubara Helman Herdady, Sujendi Tarsono dari pihak swasta, serta Maringan Situmorang dan Syaiful Azhar selaku kontraktor.
KPK menangkap mereka dan menetapkan mereka jadi tersangka karena kasus suap proyek infrastruktur di Kabupaten Batubara. Dalam OTT ini, KPK total mengamankan Rp 346 juta. Uang itu diduga bagian dari feeproyek senilai total Rp 4,4 miliar terkait beberapa pekerjaan pembangunan infrastruktur.
Suap proyek pembangunan infrastruktur, sebetulnya bukan sesuatu yang baru, boleh jadi dan ini diduga banyak dilakukan oleh oknum bupati para kepala dinas di daerah. Bahkan bisa dikatakan sudah membudaya dengan adanya istilah wajib setor, jika ingin memperoleh proyek baik poyek lelang (tender) melalui layanan pengadaan secara elektronik (LPSE), apalgi yang bersifat lelang penunjukan langsung alias PL.
Wajib setor, suap, pelicin atau apapun istilahnya boleh dibilang sudah melekat dan mendarah daging dalam keseharian sebagian pengusaha rekanan atau ekanan atau pemborong pembburu proyek di pemerintahan daerah,"Jangan harap kita dapat proyek kalau tidak setor kepada oknum-oknum panitia yang telah ditunjuk," kata salah seorang rekanan.
Uang dari hasil uang setoran dari hasil wajib setor itu, tentu saja mengalir kemana-mana alokasinya selain untuk disetorkan kepada kepala dinas, bagian lelang, juga ke bupati, karena seorang kepala dinas ada semacam kewajiban setor ke bupati. Dialokasikan juga untuk dana pengamanan oknum-oknum penegak hukum, oknum-oknum penekan yang mengatasnakan lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya.
Wajib setor ini, nilainya memang cukup besar dari nilai pagu proyek yang akan dilelangkan atau dari proyek yang menggunakan sistem PL, yaitu sekitar 10 s/d 18 persen. Nah, bisa dibayangkan seperti apa kualitas proyek yang dikerjakan rekanan yang biaya pisiknya banyak mengalami kebocoran ?
Selain itu, tentunya mengakibatkan kerugian uang negara, rendahnya kualitas pekerjaan, sehingga cepat mengalami kerusakan.
Sayangnya, selama ini, penguasaha, pemborong atau rekanan tidak ada yang berani berterus terang atau mau disebutkan namanya ketika menyampaikan keluhan wajib setor secara terbuka ke public. Meskipun mengakui, merasakan, mengalami dan melakukan setor kepada oknum-oknum pejabat atau pihak tertentu terkait untuk memperoleh pekerjaan proyek.
Sikap pemborong yang seperti itu, tentu saja dapat dimaklumi, karena kalau terang-terangan menyebutkan identitas dirinya, khawatir diblacklistatau tidak diberi peluang untuk mendapatkan proyek.