Lihat ke Halaman Asli

Abdur Rahman S.T.

ASN Bagian Pengadaan Pemerintah dan Blogger

Wisata Literasi: Buah Praktik Merdeka Belajar Berbasis Kebudayaan Lokal

Diperbarui: 31 Mei 2023   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc: Pojok Malioboro

Tidak hanya di dalam ruang sekolah atau kampus, belajar dapat dilakukan melalui lingkungan sekitar yang menjadi sumber ilmu. Alam dan masyarakat sekitar memiliki potensi besar sebagai laboratorium pembelajaran. Kurikulum "Merdeka Belajar" yang diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi inovasi baru dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Semangat Merdeka Belajar memberikan kebebasan kepada Peserta Didik untuk mengejar pengetahuan, karakter, pengalaman, dan jaringan yang diperlukan, sesuai dengan konsep kecerdasan abad 21. Tidak peduli siapa mereka, tentang apa pun, di mana pun, dan dengan metode apa pun. Asalkan memberikan fasilitas untuk memperoleh pemahaman dan keterampilan yang diperlukan untuk bertahan, berkembang, dan memberikan manfaat dalam perubahan masyarakat.

Pelaksanaan kurikulum Merdeka Belajar tentu memerlukan dukungan yang kuat dalam hal fasilitas, infrastruktur, dan kualifikasi tenaga pendidik yang sesuai. Namun, kurangnya pengalaman dalam menerapkan kemerdekaan belajar juga berdampak pada kualitas dan kompetensi para guru.

Selanjutnya, terdapat kendala dalam menjalankan kurikulum tersebut terkait keterbatasan referensi. Salah satu contohnya adalah kurangnya buku teks berkualitas yang dapat menjadi referensi bagi guru dalam menyelenggarakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan efektif.

Sekolah yang tidak dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman, yang tidak responsif dan bersifat pasif, hanya akan menjadi penonton dalam sejarah. Di era kurikulum merdeka seperti sekarang, sekolah yang aktif, responsif, dan adaptif akan menjadi pemenang.

Saat ini, guru dan sekolah tidak lagi boleh bertahan dengan budaya lama tanpa memperhatikan perkembangan yang relevan dengan kehidupan saat ini. Sekolah dan guru harus terus berkembang tanpa meninggalkan nilai-nilai keadaban dan kearifan lokal yang tetap dijaga dalam dunia pendidikan.

Kunci keberhasilan implementasi kurikulum Merdeka Belajar di sekolah terletak pada kolaborasi berbagai pihak. Kolaborasi harus melibatkan tidak hanya guru dan siswa, tetapi juga pihak lain di dalam sekolah, termasuk orangtua, serta berbagai komunitas yang peduli terhadap pendidikan.

Contoh dari kolaborasi ini dapat ditemukan di beberapa sekolah di Desa Ketapang, Kecamatan Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Salah satunya adalah SDN 1 Ketapang, yang menjalin kerjasama dengan Yayasan Rumah Literasi Indonesia untuk mengimplementasikan kurikulum Merdeka Belajar melalui program "Wisata Literasi". 

Program ini merupakan paket kunjungan atau perjalanan yang menghadirkan pendidikan dan pelatihan bagi pengunjung dari berbagai usia dan kebutuhan, mulai dari pelajar hingga profesional, dengan menggunakan sumber belajar yang berbasis pada kearifan lokal.

Yayasan Rumah Literasi Indonesia merupakan organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mengembangkan dan menginnovasi gerakan literasi berbasis komunitas dengan cara kreatif untuk menginspirasi semangat belajar dan budaya literasi hingga ke daerah-daerah terpencil. Yayasan ini merancang berbagai praktik pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya yang ada di desa-desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline