Lihat ke Halaman Asli

Kisah Valentine dari Teluk Terima

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12975703651886635575

[caption id="attachment_90411" align="aligncenter" width="680" caption="Pemandangan Teluk Terima di siang hari ©Mamak Ketol™"][/caption] Jam menunjukkan hampir pukul dua siang waktu setempat ketika pemandangan Teluk Terima yang indah terekam oleh kamera. Berharap dapat melihat garis-garis oranye di sekitar teluk tersebut. Tapi … tak jua kelihatan. Pernah tersiar kabar bahwa setiap senja menjelang, ketika mentari bersiap untuk terbenam, air laut di sekitar teluk ini akan berpendar-pendar berhiaskan semburat jingga nan indah. Suatu pemandangan yang lazim di kala sinar matahari membias di laut, bukan? Namun, menurut kepercayaan setempat, garis-garis merah yang mencuat ke permukaan laut itu petanda percikan darah Jayaprana yang dibunuh “orang ketiga”. Hmm … seperti apakah kisah kasih Romeo – Juliet versi Bali ini? [caption id="attachment_90716" align="aligncenter" width="680" caption="Plang nama di tepi jalan raya ©Mamak Ketol™"]

12976851151175591173

[/caption] Petunjuk dimana Pura Luhur Sari peninggalan Ida Batara Sakti Wawu Rawuh aka Dang Hyang Nirartha dan kuburan Jayaprana terpampang jelas dari pinggir jalan raya. Makam Jayaprana dianggap keramat karena ada kepercayaan bahwa doa-doa yang dipanjatkan di tempat ini pasti dikabulkan. Di sebelah kanan plang nama tersebut terdapat patung buaya bersarung kain kotak-kotak hitam-putih dengan mulut menganga lebar. Sesungguhnya tak cuma Jayaprana yang dimakamkan di sini. Istrinya yang bernama Layonsari pun turut dikebumikan di atas bukit yang mengarah ke Teluk Terima. Dari Denpasar, tempat bersejarah ini berjarak 135 km. Dari Gilimanuk, jaraknya hanya 20 km. [caption id="attachment_90413" align="aligncenter" width="480" caption="Anak tangga sepanjang 1 km menuju Puncak Luhur Sari ©Mamak Ketol™"]

12975708191696711364

[/caption] Dari jalan raya, untuk mencapai kompleks makam, peziarah harus berjalan kaki sepanjang 1 km. Menanjaki anak tangga ini serasa berjalan di tengah hutan pada saat musim gugur. Sederetan pepohonan gundul yang tumbuh berjajar di kiri kanan jalan menuju makam cukup menhadirkan suasana mistis. Terlebih ketika mengingat bahwa konon kabarnya jumlah anak tangganya berubah-ubah dan panjangnya perjalanan ke puncak luhur tergantung pikiran kita pada saat itu. Apabila kita menganggap undakannya panjang, maka akan panjanglah jaraknya. [caption id="attachment_90414" align="aligncenter" width="480" caption="Gapura menuju makam keramat ©Mamak Ketol™"]

12975710641861227837

[/caption] Jayaprana dan Layonsari disemayamkan dalam bangunan yang mirip pendopo. Kedua makam ditempatkan dalam satu ruangan tersendiri yang memiliki atap, dinding dan pintu yang selalu terbuka setiap hari. Di atas tiap-tiap makam terdapat patung kedua sejoli. Selain itu ada patung mini dimana keduanya diabadikan dalam kotak kaca. Kuburan ini juga dipergunakan sebagai tempat pemujaan. Pada hari raya keagamaan, Teluk Terima ramai diziarahi oleh masyarakat yang mau bersembahyang, turis lokal maupun pelancong dari mancanegara. [caption id="attachment_90489" align="aligncenter" width="680" caption="Bersembahyang di depan makam (kiri). Kotak kaca di atas makam (kanan) ©Mamak Ketol™"]

1297602997131644959

[/caption] Kebetulan pada saat itu adalah malam bulan purnama dan kegiatan persembahyangan sudah mulai dilakukan sejak pagi hari. Ada catatan khusus ketika izin memotret di dalam makam sudah diperoleh. Penjaga makam mengingatkan bahwa kadang kala foto tidak terekam oleh kamera. Meskipun hasil foto sudah dipastikan muncul di layar kamera, tetap saja ada perasaan was-was apabila pada saat di-upload, gambarnya hilang. Pura ini dapat dicapai sekitar 10 menit melalui tepi bukit yang dihuni oleh monyet. Monyet-monyet ini cukup agresif dan acapkali mendekati tempat pemujaan dan berharap memperoleh makanan dari pengunjung. Menurut salah satu rombongan yang akan berziarah, pernah ada penampakan monyet putih di sekitar pura ini. [caption id="attachment_90417" align="aligncenter" width="480" caption="Tempat pemujaan ©Mamak Ketol™"]

1297571420532389962

[/caption] Jayaprana Must Die Adalah anak yatim-piatu bernama I Nyoman Jayaprana yang diangkat sebagai anak oleh Raja Kalianget di Buleleng yang bernama Anak Agung Gde Murka. Jayaprana kecil tumbuh menjadi pemuda yang gagah, tampan dan sakti. Jayaprana kemudian menikah dengan putri dari perbekel (Kepala Desa) Banjar Sekar. Istri Jayaprana yang sangat cantik jelita ini kelak dikenal dengan nama Ni Nyoman Layonsari. Nama Layonsari berasal dari kata “layon” yang artinya “mayat” dan “sari” yang artinya “wangi”. Nama sesungguhnya tak pernah diketahui. Kecantikan Layonsari dikagumi oleh “orang ketiga” yang tak lain dan tak bukan adalah Sang Raja sendiri. Raja berniat untuk memperistri Layonsari. Seminggu setelah Jayaprana dan Layonsari menikah, raja pun membuat siasat untuk membunuh Jayaprana. Raja kemudian menitahkan Jayaprana bersama beberapa utusan kerajaan untuk menghajar perompak beserta perahu yang kandas di Teluk Terima. Tentu saja cerita ini hanya rekayasa raja, karena perompak yang dimaksud tak pernah ada. Begitu sampai di Teluk Terima, Jayaprana dihabisi oleh Mahapatih Ki Sawunggaling sesuai dengan titah Baginda. Menurut legendanya, darah Jayaprana mengucur deras dan mengeluarkan harum yang semerbak ke seluruh penjuru hutan. Dengan perasaan sedih, rombongan kemudian mengubur jasad Jayaprana di atas bukit yang dihuni kawanan monyet. Menurut ceritanya, kematian Jayaprana membuat hewan primata itu turut bersedih. Hingga kini, monyet-monyet tersebut masih ada. [caption id="attachment_90717" align="aligncenter" width="680" caption="Monyet-monyet di area makam (kiri) dan di sekitar pura (kanan) ©Mamak Ketol™"]

1297685382485928388

[/caption] Layonsari yang mendengar berita kematian Jayaprana dan mengetahui rencana raja untuk memperistrinya sangat sedih dan terkejut. kemudian memutuskan untuk melakukan sati atau bunuh diri dengan keris Jayaprana. Seperti jasad Jayaprana, tubuh kaku Layonsari pun mengeluarkan wangi yang tercium hingga ke Teluk Terima. Harumnya kedua jasad Romeo-Juliet ini menandakan bahwa kedua orang ini tak berdosa. Sejumlah kekacauan dan kesimpang siuran terjadi di kerajaan Kalianget dan terjadilah peperangan. Singkat cerita, kerajaan porak-poranda dan hancur dalam sehari, termasuk rajanya. Hari Valentine dengan segala pro-kontranya dirayakan sebagai hari kasih sayang. Kisah Jayaprana dan Layonsari tak semata tentang cinta dua insan. Namun, ada nilai kasih yang diwujudkan secara berbeda. Kasih setia kepada raja yang merupakan ayah angkatnya. Ketika Jayaprana mengetahui bahwa kematiannya adalah titah dari baginda, diapun menyerahkan keris saktinya kepada mahapatih. Kasih sayang Layonsari diwujudkan dengan menyusul suaminya ke alam baka. Tragisnya, kasih tak sampai raja pun berujung dengan kematian. Bagaimana Anda mendefinisikan dan mewujudkan cinta Anda? ♥ Love can sometimes be magic. But magic can sometimes ... just be an illusion (Javan) ♥ ♥♥ Happy Valentine! ♥♥ Referensi: Jayaprana Story, Danghyang Nirartha, dan Geguritan Jayaprana

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline