Lihat ke Halaman Asli

MomAbel

TERVERIFIKASI

Mom of 2

Serba Salah Sekolah Tatap Muka

Diperbarui: 17 September 2021   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekolah tatap muka di SD Santo Fransiskus III  (Foto : tangkap layar instagram Menteri Nadiem Anwar Makarim/@nadiemmakarim)

Akhir bulan Agustus kemarin, ada 610 sekolah di DKI Jakarta yang membuka pembelajaran tatap muka (PTM). Sekolah anak saya dan beberapa sekolah di sekitar tempat tinggal saya belum ada yang menggelar PTM.

Bagi saya, PJJ atau PTM bukanlah pilihan. Jadi, mau sekolah online atau sekolah tatap muka, saya masih dalam tahap "wait and see". Singkatnya, sebagai orangtua saya belum tahu harus apa dan memilih yang mana untuk anak-anak.

Mengamati kondisi sekitar saya, sudah sangat jelas angka covid-19 akhirnya "terjun bebas". Sederhananya, antrian drive-thru tes covid-19 di salah satu rumah sakit sudah berbalik 180 derajat. Sunyi dan sepi tanpa antrian.

Saya selalu mengantar tes swab suami setiap minggu. Dari kantornya ada kewajiban tes swab (sejak Juli kemarin) yang per minggu kemarin sudah tidak diwajibkan lagi. Perbedaan sangat terasa, dulu lama sekali antri tapi kemarin tak ada antrian. Justru cuma kami yang tes.

Nah, kembali ke masalah sekolah tatap muka. Saya melihat beberapa status teman yang anaknya sudah melakukan sekolah tatap muka. Duh, rasanya ingin juga anak sekolah tatap muka. Tapi ada kegalauan juga untuk memutuskan.

Anak-anak belum vaksin

Kegalauan pertama adalah anak-anak saya belum vaksin. Mereka masih dibawah 12 tahun. Sampai saat ini vaksin yang ada hanya untuk anak berusia 12 tahun keatas.

Memang vaksin tidak memberi proteksi 100%. Akan tetapi, ibarat maju perang dengan tangan kosong tentu berbeda dibanding maju dengan membawa senjata dan perisai.

Terkadang juga terpikir daya tahan tubuh anak lebih bagus. Tapi tak bisa juga menutup mata, banyak anak yang kena covid-19.

Terlebih varian delta yang mengamuk kemarin. Dari cerita kenalan saya, anaknya pun ikut tertular dengan gejala demam tinggi, batuk, dan pilek berhari-hari dan rewel. Duh, takut juga kan?

Hmmm... semoga studi vaksin untuk anak dibawah 12 tahun bisa segera selesai. Hanya itu harapan saya sebagai orangtua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline