Lihat ke Halaman Asli

MomAbel

TERVERIFIKASI

Mom of 2

Pieter dan Kenzo, Kisah Sekolah "Online" di Masa Pandemi

Diperbarui: 21 Desember 2020   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Ilustrasi Sekolah Online (sumber: freepik.com)

Ketika bertemu, diamat-amati temannya dengan saksama. Kedua tangannya ditaruh di pinggang. Matanya menyelidik. Mungkin pikirnya, "Inikah Kenzo teman (online) ku?"

Sekolah "online" di masa pandemi tentu berbeda dengan sekolah biasa dimana anak bertemu guru dan teman-temannya secara fisik. Pertemuan nonfisik via gadget bagi anak playgroup yang baru pertama kali mengenal sekolah, bisa jadi menimbulkan rasa penasaran dan ingin bertemu. Seperti apakah guru, kelas, dan juga temanku?

Anak saya yang bungsu, Pieter, tahun ajaran 2020/2021 masuk playgroup. Dia belum pernah saya masukkan ke sekolah toddler dan semacamnya. Karenanya, di playgroup ini dia mengenal sekolah untuk pertamanya.

Karena situasi pandemi, pembelajaran tiap hari dilakukan secara online via Teams. Ada yang saya syukuri karena meskipun online, Pieter tetap antusias dan rajin mengikuti sekolah. Bahkan selama satu semester ini tak pernah absen.

Bagi saya, ini sebuah anugerah di masa yang tidak mudah ini. Dia tetap bisa belajar dan bermain untuk mengenal angka dan huruf. Selain itu juga melatih kemampuan motorik dan sosial-emosionalnya. Ada juga pelajaran musik. Semua berjalan lancar.

Namun, seiring berjalannya waktu saya menyadari bahwa sekolah online ini mau tak mau membuat anak  harus berimaginasi. Hal ini terutama untuk anak yang pertama kali mengenal sekolah. 

Dalam artian begini, anak harus membayangkan sekolahnya seperti apa, alat peraga guru yang baginya menarik itu seperti apa, gurunya seperti apa, pun temannya seperti apa. Ada rasa penasaran ingin tahu "wujud" nyata atau aslinya. Dia ingin melihat, memegang, dan bermain.

Kadang saya tertawa melihat tingkah lucu dan penuh penasaran si bungsu ini. Awal mengenal sekolah dan waktu pertama kali ketemu gurunya, dia sangat antusias dan bisa berkomunikasi sewajarnya. 

Namun, ketika waktu berpamitan pulang dan mengatakan "Bye, Miss!" , dia bertanya : "Mama, where is red button?" GUBRAAAKK... Duh, mungkinkah dia mengira guru sama dengan laptop sehingga harus menekan tombol merah? Hihihi...

Setelah itu, dia sering tantrum mau buka laptop ingin ketemu gurunya. Jadilah secara pelan saya jelaskan konsep mengenai guru dan laptop ini. Lama-lama dia mengerti bahwa gurunya adalah orang seperti mamanya dan seterusnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline