Lihat ke Halaman Asli

MomAbel

TERVERIFIKASI

Mom of 2

Belajar Nilai Kejujuran Selama Home Based Learning

Diperbarui: 9 Mei 2020   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Home Based Learning (Dokumen Pribadi)

Senin (4/5) kemarin saya mengikuti sebuah seminar untuk orangtua yang digelar secara online menggunakan microsoft Teams. Seminar ini merupakan seminar internal untuk orangtua siswa sekolah anak saya. 

Di sini saya tidak akan membahas isi seminar tersebut. Saya ingin menyampaikan bahwa ada poin penting yang disampaikan oleh pembicara yang tinggal di Singapura tersebut, yaitu mengenai digitalisasi pendidikan. 

Beliau memaparkan bahwa pandemi Covid-19 ini telah membuat sebuah percepatan digitalisasi di dunia pendidikan. Beliau mengatakan hal tersebut merupakan "percepatan" karena sebenarnya konsep digital dalam dunia pendidikan ini diprediksi akan terjadi beberapa tahun kedepan, dan bukan sekarang ini. 

Pandemi Covid-19 memaksa dunia pendidikan dengan cepat beralih ke pendidikan berbasis digital menggunakan teknologi dan internet. Sebagai orangtua tentu kita pun dipaksa untuk mau dan mampu mengikuti ritme perubahan yang terjadi. Sekarang semua anak menjalani Home Based Learning (HBL) dengan menggunakan sarana komunikasi dan jaringan internet.

Saya akui untuk menerima dan mengikuti digitalisasi pendidikan ini tidak mudah. Tentunya banyak tantangan dan kendala. Yang saya pikirkan pertama kali adalah bagaimana dengan pendidikan karakter anak.

Dengan mengamati HBL yang sudah berjalan hampir dua bulan ini, saya menjadi paham dengan HBL ini pendidikan karakter anak  menjadi tanggung jawab orangtua sepenuhnya. Kemudian saya berpikir pastinya tidak semua pendidikan karakter bisa dilakukan selama HBL, misalnya sosialisasi, team-building, etika, sopan-santun dan seterusnya.

Hmmm... tapi per hari kemarin saya terpaksa menghentikan pikiran-pikiran "liar" saya. Ada satu kejadian yang membuat saya menghentikan untuk berpikir terlalu jauh. Kemarin anak saya, umur 9 tahun dan kelas 3 SD, menghadapi tes formatif (ulangan harian) matematika. Dia sama sekali tidak mengijinkan saya mendekat pada saat dia mengerjakannya.

Dan setelah selesai pun, sebelum mengirim lembar jawaban itu ke gurunya, lagi-lagi saya juga tidak diijinkan untuk sekedar mengecek jawaban. Harap maklum, sebagai emak-emak saya kepo dengan hasil kerjaannya.

"Yang periksa itu miss, Ma. Bukan Mama!" katanya kepada saya. Wealah ... saya jadi malu!

Tak lama setelah itu, ada email masuk yang merupakan balasan dari gurunya. Ada satu jawaban yang salah. Kecewa kah saya?  Ya, saya kecewa dan tentu menyayangkan kenapa ada yang salah. Naluri orangtua selalu ingin anaknya punya nilai sempurna.

Namun, lagi-lagi saya diingatkan tentang seminar hari Senin kemarin bagaimana membangun budaya yang sehat di rumah selama pandemi covid-19 ini. Salah satunya adalah bagaimana membangun keluarga dengan dasar dan pondasi yang kokoh dan kuat, yaitu berdasar nilai-nilai Alkitab dan bukan pada sesuatu yang fana dan duniawi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline