Lihat ke Halaman Asli

Malsumul khoir

Laksana sajak

Puisi: Dialog Satu Meja

Diperbarui: 13 Maret 2020   18:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi pesan terakhir. (sumber: pixabay.com/maatcheck)

: saudaraku di setunggal 
 
Kebencian kita terhadap asbak anyir berlumut putung usia lisong
Berserakan warna nikotin tengil, melumur kenikmatan berbatang pucuk harapan gosong
Kopi kita juga lelah menyimak perbincangan mimpi-mimpi yang juga menghentikan gerak genang pekat dangkal
Hampir mencium ampas kepuasan
Menumpuk dalam ruang terpencil
Di sana kita merasakan ada penawar cuaca yang hambar
Di mana letak larik dan lirik menyeduh tepian karat
Lalu sama-sama mencicil pahit di gurun tua tapak meja
Sambil memilah diskusi negara
Sebat perlahan tembakau dikikis arang
Perbincangan satu meja di mulai perlahan
Tak ada yang harus dipura-purakan
Lampion mengawasi kita sebagai pendosa yang selalu bersua menikmati tangis yang dalam.

Bukankah kita sama-sama lupa menjadi pemuda bijak kawan
Yang perlahan akan parau dibelantara kota
Karna kalian seorang sarjana
Sedangkan aku hanya penulis skripsi
Didalamnya terdapat puisi yang hampir tidak terurusi kembali
Tidak masalah bagi kita bukan?
Kita adalah pemuda yang beruntung soal bidik merayu perawan
Kalian juga berbagi sedekah strategi mengusik asmara lewat persembunyian kata dilatar rembulan
Beradu teori doa-doa
Tersangkut di ranting tempat kita pulang ke rahim sayup nabi masing-masing
Bahkan waktu belum disepakati
Laju tawa amsal jadi janji-janji

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline