Lihat ke Halaman Asli

Siyasah oh Siyasah

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya tidak yakin, kalau saya termasuk pribadi yang berkompeten untuk mengkritik, memberikan saran, apalagi dipilih menjadi tim sukses menuju DKI 1. is not Me!

But, this is my voice, this is what i'm thinking about Go to DKI 1.

Sungguh saya teramat tidak ingin menambah nada sumbang dialam semesta yang ruang hijaunya semakin menyempit, memenuhi oksigen bersih yang kadarnya makin rendah dari yang Tuhan berikan untuk sumpah serapah, untuk menyalahkan terlebih menjatuhkan. karena ketika kau menggunakan 3 jampi teluh kecaman diatas, kau tidaklah lebih baik dari mereka.  Jika kau pribadi yang "berbeda", yang merasa dapat berbuat lebih, yang merasa selalu lebih baik, maka kau tidak ada pada barisan penghujat, pembakar, dan hasud sana-sini. kau akan berbuat bukan diam ditempat sambil mulut yang melanga. Naudzubillah

Iwan Fals pernah tidak berkarya dalam 1 dasawarsa, memilih naik gunung di leuwinanggung, menonton suara-suara sumbang dari televisi, radio, surat kabar, mendengarkan suara mereka yang mengatas namakan rakyat, kemiskinan, bahkan Reformasi. tapi dia memilih diam sejenak, sambil bergumam "kemana kemarin, saat bangsa butuh kamu untuk bersuara, di era aku dipenjara atas sebuah lagu yang aku cipta dan nyanyikan. karena hari ini jika kau memaksa meninggikan suaramu, bukan terdengar tapi akan melingking dan biasnya menghilang bersama asap.

ada mereka yang maju atas nama agama, dengan dada tegap membawa Tuhan dalam setiap "panggung" mu, tapi bukankah kau nantinya akan menjadi lebih hina jika pada saat kau menjadi yang pertama, kau tidak lebih hanyalah menjadi catur, tidak lebih mulia dari mereka yang memang maju diatas hati kapitalisme. setidaknya mereka jujur pada hatinya.

Berhentilah, berhentilah, berhentilah ...

Berbuatlah, berbuatlah, berbuatlah ...

Kalian yang muda yang teriak menyalahkan yang tua. gores pena jika memang hanya pena kekuatanmu, singsingkan lengan jika memang hanya itu yang mampu jari-jarimu lakukan. lakukan sesuatu, tapi berhentilah menghabiskan waktu berkumpul dialun-alun manapun, menggantikan komo memacetkan lalu lintas. pulanglah dengan jaket merah kuning hijau di langit yang biru, lakukan sesuatu.

tapi jika menurutmu kamu mengerti alasan kamu menuntut sesuatu, majulah dibaris paling depan dan bersuaralah sekeras yang kau bisa.

Ending ... Bapak, Ibu yang berbenang Armani, Bulgari, Versace, berhentilah berpura-pura mengerti kemiskinan kami, ketidakmampuan kami, bertopeng pahlawan dipelataran rumah kami. karena mercedesmu tidak akan dapat mewakilkan pegalnya sendi kaki kami menopang tubuh-tubuh letih kami diatas jalur busway yang kalian bajak. betapa Alphardmu tidak mewakili bemo-bemo bising kami.

Tuhan, bimbing Presiden, wakil rakyat kami, dan siapapun kalian yang menjabat. bahwa kantong kami belum cukup layak untuk membeli bahan bakar dengan label harga baru darimu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline