Lihat ke Halaman Asli

Antara Islam, Ilmu Pengetahuan dan Kontroversinya

Diperbarui: 14 September 2016   07:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskusi seputar islamisasi ilmu pengetahuan ini sudah lama menebar perdebatan penuh konroversi dikalangan umat islam. Sejak dicetuskan sekitar 30 tahun lalu, ada berbagai macam sikap yang bermunculan baik yang pro mau yang kontra. Di satu pihak dengan penuh antusias dan optimisme menyambut momentum ini sebagai awal kebangkitan islam. Namun dipihak lain menganggap bahwa gerakan ”ISLAMISASI” hanya sebuah euphoria sesaat untuk menggobati sakit hati karena ketertinggalan mereka yang sanggat jauh dari peradaban barat, sehingga gerakan ini hanya membuang-buang waktu, tenagah dan akan melemah seiring dengan berjalannya waktu.

Rosnani has him telah membagi kelompok ini menjadi empat golongan yaitu:
1. Golongan yang sepakat dengan gagasan bahwa ilmu pengetahuan bisa di islamisasikan. Golongan ini juga sepakat dengan pendapat ini Secara teori dan konsepnya dan berusaha untuk merealisasikan dan menghasilkan karya yang sejalan dengan maksut islamisasi dalam disiplin ilmu mereka.
2. Golongan yang sepakat dengan gagasan ini secara teori dan konsep tetapi tidak berusaha untuk merealisasikannya.
3. Golongan yang tidak sepakat dan sebaliknya mencemooh, menggejek, dan mempermainkan gagasan ini.
4. Golongan yang tidak mempunyai pendirian pada isu ini. Mereka lebih suka mengikutu perkembangan yang telah dirintis oleh sarjana lainnya atau pun mereka tidak memperdulikannya ( acu tah acu).

Aktivitas golongan pertama mempunyai peranan yang sanggat penting dalam hal memperkuat dan memurnikan kembali konsep islamisasi ilmu ini walaupun mereka saling mengkeritik ide satu sama lain, tetapi itu dimaksudkan untuk merekonstuksinya bukan mendekonstruksi.

Diantaranya adalah S.A. Asraf yang melakuakn kritik terhadap Al-faruqi yang ingin menyelidiki terhadap konsep barat dan timur, membandingkannya melalui subjek yang terlibat dan tiba kepada satu kompromi kalau memungkinkan. Pada fikirannya, kompromi merupakan sesuatu yang mustahil terhadap dua pandangan yang sama sekali berbeda. Tidak seharusnya bagi sarjana muslim memulai dengan konsep barat tetapi seharusnya dengan konsep islam yang sudah dirumuskan berdasarkan prinsip dari Al-Qur’an dan Al-sunnah.

Namun dalam pandangan Syed Hos Sein Nasr, integrasi yang diinginkan Al-faruqi bukan saja sesuatu yang mungkin tetapi juga perluh untuk dilakukan. Menurutnya, para pemikir muslim seharusnya memadukan berbagai bentuk ilmu dalam kerangkah pemikiran mereka. Bukan hanya menerima, tetapi juga melakukan kritik dan menolak struktur dan premis ilmu sains yang sesuai dengan pandangan islam dan kemudian menuliskannya kedalam sebuah buku yang sebagai mana yang pernah dilakukan ibnu sinna di masa lalu.

Gerakan islamisasi ini juga mendapat dukungan dari Jaafar syeikah idris, seorang ulama sudan yang pernah mengajar di universitas King Abdul Aziz, Saudi arabniyah. Idris menyarankan agar para cendikiyawan muslim membawah pandangan islam.

Di Indonesia sendiri ada beberapa tokoh yang mendukung Islamisasi Ilmu Pengetahuan, seperti AM.Syaifudin. menurutnya islamisasi adalah suatu keharusan bagi kebangkitan islam, karena penyebab kemunduran umat islam saat ini adalah keringnya ilmu pengetahuan dan tersingkirnya pada posisi yang rendah. Hal serupa juga diungkapkan oleh Hanna Djum hana bastaman, dosen UI Jakarta. Hanya saja beliau memperingatkan bahwa gagasan ini merupakan proyek besar sehingga perlu kerja sama yang baik dan terbuka diantara para pakar dari berbagai disiplin ilmu agar terwujut sebuah sains yang berwajah islam.

Maraknya perkembangan pemikiran seiring dengan lahirnya gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan ini, bukan berarti semua umat islam sepakat dengan ide tersebut. Mereka percaya bahwa semua ilmu itu sudah islami, sebab yang menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT. Sehingga mereka sangsi dengan pelebelan islam atau bukan islam pada segala ilmu. Menurut Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan tidak bisa di islamkan karena tidak ada yang salah didalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam menyalah gunukannya. Dan bahkan ia berkesimpulan bahwa kita tidak perlu bersusah payah membuat rencana dan bagan bagai mana caranya menciptakan ilmu pengetahuan yang islami. Lebih baik kita memanfaatkan waktu, energy, uang untuk berkreasi.

Kontrofeksi yang terjadi dikalangan ilmuan islam merupakan tantangan tersendiri bagi realitas islamisasi ini. Pendapat yang diberikan para ilmuan berkisar tentang metodelogi dalam islamisasi. Dengan melihat kondisi tersebut, rana epistemolog memang tidak bisa dipisahkan. Dalam kaitan ini, epistemology merupakan unsur budaya yang berhubungan langsung dengan system nilai sebagai sesuatu yang menkonstuk pola pikir karena epistemology memang terbukti mendasari rangka pikiran dan perilaku manusia.

Semoga artkel ini dapat bermanfaat untuk kalian semua.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline