Lihat ke Halaman Asli

Malinda

Mahasiswi

Apakah Kurikulum Merdeka Mampu Memenuhi Kebutuhan Siswa?

Diperbarui: 31 Mei 2024   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kurikulum Merdeka, yang dipublikasikan oleh pemerintah Indonesia sebagai jawaban atas tantangan pendidikan di abad 21, menawarkan sejumlah inovasi yang bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas dan relevansi pendidikan. Namun, meskipun banyak orang mengapresiasi program ini, ada beberapa hal yang perlu dikritik mengenai apakah Kurikulum Merdeka benar-benar mampu memenuhi kebutuhan siswa secara efektif.

Salah satu keunggulan utama Kurikulum Merdeka adalah fleksibilitas yang diberikannya kepada guru dan sekolah untuk menyusun dan menerapkan program pembelajaran. Namun, fleksibilitas juga menjadi salah satu kelemahan dari Kurikulum Merdeka. Tidak semua lembaga pendidikan memiliki sumber daya yang cukup untuk memaksimalkan fleksibilitas ini. Pembelajaran berbasis proyek atau pendekatan tematik yang memerlukan alat dan bahan yang tidak selalu tersedia seringkali menjadi masalah bagi sekolah terpencil atau dengan fasilitas yang terbatas.

Kesiapan dan pelatihan guru juga sangat penting untuk pelaksanaan Kurikulum Merdeka dengan sukses. Sayangnya, banyak guru yang belum siap sepenuhnya untuk menerapkan metode pengajaran baru yang diminta oleh kurikulum ini. Guru sering merasa kewalahan atau kebingungan dengan perubahan yang harus mereka lakukan karena pelatihan yang diberikan tidak cukup mendalam atau berkelanjutan. Guru tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dengan baik jika mereka tidak memiliki sumber daya dan pelatihan yang memadai. Pada akhirnya, hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas pendidikan yang diterima siswa.

Sistem penilaian Kurikulum Merdeka juga patut untuk dikritik. Meskipun Kurikulum ini mengusung penilaian formatif yang berfokus pada proses pembelajaran, implementasinya seringkali tidak konsisten. Hal ini menyebabkan guru mengalami kesulitan dalam menilai proyek atau tugas tematik yang bersifat subjektif. Tidak adanya standar penilaian yang jelas juga dapat menyebabkan penilaian yang tidak adil bagi siswa karena hasil belajar siswa sangat bergantung pada interpretasi individu guru.

Infrastruktur sekolah harus memadai untuk mendukung pembelajaran berbasis proyek dan berpusat pada siswa. Banyak sekolah, terutama di daerah pedesaan, tidak memiliki laboratorium, perpustakaan, atau akses internet yang memadai. Kurangnya infrastruktur ini membuat sulit bagi guru dan siswa untuk melaksanakan pembelajaran yang diharapkan dari Kurikulum Merdeka. Akibatnya, tujuan untuk menciptakan pembelajaran yang relevan dan kontekstual menjadi lebih sulit untuk dicapai.

Tujuan Kurikulum Merdeka adalah untuk meningkatkan kesetaraan dalam akses pendidikan yang berkualitas tinggi. Namun, kenyataannya, menerapkan kurikulum ini justru dapat membuat perbedaan antara sekolah dengan sumber daya yang lebih baik dan yang kurang beruntung. Sekolah dengan sumber daya lebih baik memiliki kemampuan untuk lebih mudah beradaptasi dan menerapkan inovasi kurikulum, sementara sekolah dengan keterbatasan sumber daya tertinggal dalam menghadapi tantangan untuk memenuhi standar baru.

Kurikulum Merdeka menimbulkan banyak harapan bagi pendidikan Indonesia. Namun, kritik yang muncul menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk memastikan kurikulum ini benar-benar memenuhi semua kebutuhan siswa. Keadilan penilaian, kelengkapan infrastruktur, ketersediaan guru, dan kesetaraan akses pendidikan adalah masalah penting yang harus segera ditangani. Tujuan murni Kurikulum Merdeka dapat menjadi sulit untuk dicapai jika tidak ada perhatian yang serius terhadap masalah-masalah ini. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa semua siswa di Indonesia mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan relevan, pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus bekerja sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline