Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ali Muwafiq

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kekecewaan Terhadap Pilihan Capres-Cawapres: Wacana Golput Menjelang Pemilu 2024

Diperbarui: 26 Oktober 2023   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Musim pemilu merupakan tahun yang sangat spesial di negara demokrasi. Rakyat di negara demokrasi sangat antusias dalam menyambut musim pemilu ini. Tak terkecuali di Indonesia. Masyarakat sangat antusias dalam menyongsong pemilu 2024 mendatang.

Dapat kita jumpai di berbagai media sosial seperti tiktok dan X didominasi oleh berbagai konten yang membahas seputar pemilu. Ketika kita membuka halaman trending di X pasti didominasi oleh topik seputar pemilu. Begitupun di tiktok. Pasti banyak fyp yang membahas hal serupa.

Hingga saat ini terdapat 3 pasangan calon capres-cawapres yang sudah mendeklarasikan diri. Yaitu Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar pada tanggal 2 September, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD pada tanggal 18 Oktober serta Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming akan deklarasi pada hari ini di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno (Cynthia Lova. 2023. Kompas.com, 25 Oktober 2023).

Akan tetapi reaksi kekecewaan justru datang dari berbagai pihak. Banyak yang tidak puas dengan deklarasi Ganjar- Mahfud dan Prabowo-Gibran. Ada yang menganggap bahwa Mahfud MD lah yang seharusnya menjadi capres. Ada juga yang menganggap bahwa terlalu dini bagi Gibran untuk menjadi cawapres dikarenakan pengalamannya di bidang politik masih minim.

Banyak juga yang mempermasalahkan keputusan MK yang mengabulkan gugatan batas minimal usia capres-cawapres. Publik menilai seakan-akan keputusan itu dibuat hanya untuk memuluskan langkah gibran melenggang ke istana. Hal itu diperkuat oleh fakta bahwa orang yang melayangkan gugatan batas usia capres-cawapres adalah orang yang mengaku mengidolakan Gibran yang mana beliau juga adalah anak dari Presiden Jokowi.

Akibat dari kekecewaan tersebut timbulnya wacana publik terkait golput. Golput atau golongan putih diartikan sebagai sikap cuek atau tidak mau cawe-cawe dengan situasi politik yang akhirnya mengakibatkan seseorang tidak memilih untuk berangkat ke TPS untuk mencoblos.

Lantas bolehkan kita golput? Walaupun itu dilarang oleh negara, sebenarnya secara logika golput juga termasuk pilihan dan itu adalah hak dari setiap individu. Di negara demokrasi hak dan pendapatan sangat di hargai. Begitupun juga dengan pilihan golput. Karena pastinya seseorang memilih untuk golput bukan tanpa alasan seperti yang terjadi sekarang.

Sebagai warga negara yang baik, kita pasti berharap agar pemilu nantinya berjalan sesuai yang diharapkan. Jangan sampai ada lagi polarisasi, isu-isu agama dan konflik di akar rumput yang dapat mengganggu kestabilan politik negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline