[caption id="attachment_267385" align="alignright" width="360" caption="Pemain Garuda Muda"][/caption] Gollll... Suara gemuruh sorak sorai penonton di Gelora Delta Sidoarjo, Jatim, Rabu (18/9) petang memastikan Timnas U-19 lolos ke semifinal dan bertemu Timor Leste pada Jumat (20/9). Gol yang disambut dengan suka cita dan euforia itu membuat kepercayaan garuda muda kembali bangkit, dan rasa nasionalisme pun kembali tegak setelah beberapa tahun terakhir harus tertunduk lesu karena di beberapa pertandingan harus menyerah melawan Timnas Malaysia. Dalam beberapa opini publik, Malaysia dianggap musuh bebuyutan Indonesia, sebab beberapa kali membuat "jengkel" karena menghadang langkah Garuda untuk menuju puncak juara Asia Tenggara, sehingga emosi dan rasa nasionalisme warga pun turut larut ketika lawan yang dihadapi adalah Malaysia. Dan ketika Garuda berhasil mengkandaskan Harimau Malaya, emosi dan euforia pun turut meluap-luap seperti telah berhasil menggapai tangga juara. Namun perlu diperhatikan, dibalik euforia masyarakat usai mengkandaskan Malaysia, beberapa orang hanya bertepuk tangan sambil bersikap sinis dan mengatakan "hanya segitu", dan cukup mudah membuat masyarakat Indonesia senang. Orang yang sinis itu bukanlah "orang asing" melainkan orang Indonesia sendiri, mereka mampu membuat masyarakat Indonesia senang melalui opini publik dan pemberian "kesenangan" sementara. Dibalik itu, mereka adalah penjual nasionalisme dan perusak nilai sportivitas. Membawa sportivitas ke dalam dunia "politik" adalah tujuan mereka, dan berharap mampu merebut hati masyarakat dengan pemberian "kesenangan" sementara, sehingga harapannya akan mudah merebut kekuasaan negeri ini menggunakan media Timnas. Masih ingatkah anda beberapa waktu lalu ada perubahan "mendadak" dalam struktur tubuh Timnas, baik senior atau junior ?, perubahan dengan cara mengganti pelatih sesuka hati dan sesuai kemauan mereka?. Di jajaran pemain juga ada istilah "pemain titipan" yang sengaja dipaksa masuk Timnas karena pemain itu adalah bagian dari program mereka, ini membuat pemain yang memiliki kualitas di atas rata-rata harus tersingkir karena bukan berasal dari program mereka. Artinya, mereka ingin program dan kemauannya dikatakan berhasil dan sukses memberikan yang terbaik bagi bangsa, padahal dibalik itu ada kepentingan membawa opini publik ke dalam politik demi perebutan kekuasaan. Menjual nilai sportivitas atau pun menjual rasa nasionalisme bagi mereka tidaklah masalah, asalkan tujuan utama bisa meraih kekuasaan negeri ini. Masih ingatkah anda akan adanya permainan skor di pertandingan internasional yang melibatkan timnas Indonesia dan hingga kini sulit terungkap?. Itu dilakukan mereka hanya untuk mengumpulkan modal politik dengan menjual kemenangan kepada negara lain, sebab ketika itu mereka masih kekurangan modal. Di tingkat liga, mereka membuat sistem yang benar-benar solid dan tujuan utama bukanlah "sportivitas" melainkan "keuntungan materi". Penulis pernah mendengar dari salah satu manjemen tim yang mengatakan, "ada uang ada prestasi", meskipun permainan secara tim bagus dan pemainnya berkualitas, tapi tanpa adanya materi dan finansial untuk mereka, niscaya kita tidak akan bisa meraih prestasi. Siapakah mereka ??, "jika anda penggemar berat Timnas Indonesia dan suka mengikuti berita olahraga di negeri ini, pasti bisa menebak. Dan itulah musuh bersama dan utama bagi Timnas Indonesia, sebab penulis percaya, prestasi tidak akan pernah bisa diraih serta abadi bila nilai sportivitas sudah ternoda oleh politik. -Salam Sportivitas Garudaku- (www.malikpunya.blogspot.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H