Lihat ke Halaman Asli

MALIK NUR HALILINTAR

Aparatur Sipil Negara (ASN)

Bagaimana Kabar Manusia Indonesia? Kepriben Kabare Manungsa Brebes?

Diperbarui: 29 September 2018   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagaimana Kabar Manusia Indonesia ?

Kepriben Kabare Manungsa Brebes?

Oleh:

Malik Nur Halilintar

dalam Leadership Training dan Pelantika Pengurus OSIS Kabupaten Brebes tahun 2018 tanggal 29 September 2018

Ketika saya membicarakan sebuah narasi dengan judul yang menanyakan kabar manusia Indonesia maupun manungsa Brebes jelas sekali ada dua focus utama yaitu focus pembahasan manusia dan Indonesia maupun Brebes. Namun konsep manusia dalam narasi ini tidak menunjuk kebagai suatu konsepsi manusia yang individual, tapi lebih tepat merujuk kepada konsep generalisasi setiap insane manusia; atau sesuatu tentang masyarakat yang mendiami suatu wilayah geografis dan budaya yang khas, yaitu Indonesia dan lebih khusus Brebes.  Arah pembahasan narasi ini pun ditujukan bukan menanyakan kabar seperti basa-basi sosial untuk mendapatkan kabar sehat, namun untuk mengetahui bagaimana karakteristik manusia-manusia di Indonesia dan Brebes secara umum dan sosial. Pembahasan dalam keilmuan Psikologi Sosial dapat diidentikkan dengan 'konsep diri masyarakat'.

Konsep diri setiap insane yang secara umum menjadi suatu ciri khas sebagian besar manusia di suatu wilayah terbentuk melalui suatu proses sosial yang panjang, sehingga kita tidak ragu menyebutnya sebagai budaya; hasil ciptaan manusia yang telah dianggap menjadi standar yang umum untuk diimplementasikan. Kesamaan suatu konsep diri dan mentalitas sebagian besar manusia di suatu wilayah memang dapat kita analisis berdasarkan faktor geografis karena mendiami suatu kesatuan iklim wilayah yang sama, sehingga membentuk suatu mekanisme penyesuaian diri dengan lingkungan yang sama dan membentuk pribadi yang hampir sama. Seperti contohnya manusia-manusia yang mendiami wilayah pegunungan dengan iklim dingin memiliki kemampuan menyerap oksigen yang tinggi dan nafasnya menjadi panjang. Adaptasi fisiologis tersebut berdampak pada pengaruh psikologis manusia yang menjadi lebih tenang dalam jiwa dan pikiran yang pada akhirnya memberikan dampak sosial kecenderungan masyarakat pegunungan untuk memiliki perilaku yang damai dan tidak suka berselisih. Namun jika kita membicarakan tentang Brebes maupun Indonensia jelas bukan hanya factor geografis saja yang mempengarhi karakteristik umum masyarakatnya. Melainkan suatu factor lainnya, yaitu factor sosial yang telah berpengaruh dalam membentuk mentalitas masyarakat secara umum. Faktor sosial itu tercermin dari suatu perjalanan panjang rangkaian peristiwa demi peristiwa yang telah dilalui bersama oleh suatu masyarakat; mengalami senasib sepenanggungan. Sehingga factor sosial tersebut secara siklus mempengaruhi mentalitas-mentalitas individu.

Pertanyaannya bermetamorfosis lebih spesifik menjadi 'bagaimana kabar mentalitas masyarakat Indonesia? Kepriben kabare mentalitas manungsa Brebes?' Indonesia sudah memiliki suatu rentang waktu sejak kemerdekaanya untuk zelfbestur (bahasa Tjokroaminoto tentang pemerintahan sendiri) 73 tahun. Artinya kemerdekaan itu juga diimplementasikan dengan suatu upaya yang bebas untuk membangun manusia Indonesia, terutama jiwanya untuk menjadi manusia Indonesia yang diharapkan. Membangun sebuah mentalitas masyarakat adalah mudah, namun justru mengevaluasi dan mengoreksi mentalitas masyarakat adalah pekerjaan yang sangat sulit. Hal tersebut dikarenakan adanya suatu proses yang begitu panjang yang dilalui masyarakat dari sabang sampai Merauke jauh sebelum Indonesia merdeka. Mentalitas bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejak zaman kerajaan-kerajaan, zaman kolonialisme, hingga zaman pasca kemerdekaan. Sehingga masing-masing periodesasi masa menjadi suatu factor yang tidak dapat dikesampingkan dalam mempengaruhi mentalitas bangsa Indonesia.

Manusia Indonesia

Menelusuri jejak teoritis tentang karakteristik masyarakat Indonesia tidaklah mudah. Karena tidak adanya informasi akademis yang melimpah membahas tentang topic tersebut. Namun dapat kita temukan suatu ulasan budaya dari Mochtar Lubis; seorang wartawan Indonesia senior dan penulis yang menyampaikan ceramahnya pada tanggal 6 April 1977 di Taman Ismail Marzuki Jakarta mengenai 'Manusia Indonesia'. Dalam ceramah budaya tersebut Mochtar Lubis mengungkapkan 6 karakteristik utama manusia Indonesia. Enam karakteristik utama manusia Indonesia tersebut adalah sebagai berikut:

Hipokrit atau Munafik. Salah satu cirri manusia Indonesia yang cukup dominan adalah lain di muka lain di belakang. Manusia Indonesia menjadi takut untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya dia pikirkan dan rasakan atau tentang fakta yang sebenarnya terjadi akibat khawatir dan takut mendapatkan balasan berupa hukuman dari para penguasanya atau pimpinannya, sehingga Asal Bapak Senang (ABS) menjadi suatu falsafah hidupnya.Sehingga sangat mudah dijumpai 'pelacuran intelektual' di Indonesia.  Jejak budaya yang sangat membedakan kita dengan Negara lainnya adalah tidak populernya budaya debat ilmiah. Sehingga setiap ada pembahasan suatu topic persoalan kita tidak lebih banyak dan terbuka membahasnya bersama dengan orang-orang lainnya. Namun konskuensipada akhirnya manusia Indonesia banyak yang membicarakan orang lain di belakang nya saja. Penampilan sosialnya menggunakan topeng yang alim, namun begitu mendarat di Singapura, Hongkong, dan Las Vegas langsung terjun ke kasino-kasino dan tempat-tempat klub malam. Kita mengutuk suatu korupsi, malah kita sendiri kadang melakukannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline