Lihat ke Halaman Asli

Maulana Malik I

Seorang Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Jakarta. Keseharian saya adalah membaca buku dan bercita-cita untuk masuk dalam tatanan perpolitikan tanah air untuk mengganti sistem yang usang.

Antara Merdeka atau Pura-pura Merdeka

Diperbarui: 17 Agustus 2020   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Kebimbangan akan makna kemerdekaan hari ini telah tercermin dalam setiap tindak-tanduk Negara Indonesia. Lalu sudahkah kita merdeka sepenuhnya(?)”

Tepat jam 8 pagi hari ini—17 agustus  suara televisi menggelegar dengan nyanyian-nyanyan kemerdekaan, lagunya sangat banyak sekali diulang-ulang; mulai dari Sabang-Merauke, Maju tak Gentar, 17 Agustus, dll. 

Tak seperti biasanya, kemerdekaan hari ini tidak dapat dilaksanakan secara meriah akibat pandemi covid-19 yang mencengkram seluruh dunia. Segala bentuk model kegiatan yang semula dilaksanakan tatap muka, seperti upacara dan perlombaan harus ditransformasikan bentuknya, perlombaan yang semula sangat dinanti-nantikan oleh seluruh kalangan bocah harus ditiadakan—alternatif lombanya mungkin dapat diganti menjadi lomba game online-.

Kemerdekaan merupakan hal sakral, dapat pula disebut sebagai ritus kenegaraan. Begitu pun hal-hal untuk memperingati dan mengisi kemerdekaan hingga hari ini. 

Penulis sangat teringat adagium yang pernah dilontarkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam sebuah bab di Buku Tan Malaka: Bapak Republik yang Dilupakan, sang panglima mengatakan “Lebih baik di Bom atom, daripada tidak merdeka 100%”. 

Maknanya sangat jelas, bahwa merdeka adalah sebuah pijakan untuk sebuah bangsa dalam melakukan perubahan mendasar bagi setiap rakyatnya. Tidak boleh ada intervensi dari manapun, apapun bentuknya. Kebimbangan akan makna kemerdekaan hari ini telah tercermin dalam setiap tindak-tanduk Negara Indonesia. Lalu sudahkah kita merdeka sepenuhnya(?)

Pertanyaan Seputar Kemerdekaan

75 tahun yang lalu, para tokoh revolusi sangat giat merancang masa depan Indonesia. Beragam Analisa ditulis dan dilontarkan di dalam ataupun di luar forum-forum megah, tak lain dan tak bukan itu adalah upaya untuk membangkitkan nasionalisme dan optimisme rakyat Indonesia, dengan kata lain seluruh Tokoh ingin menyuarakan bahwa Indonesia memiliki masa depannya yang gemilang. 

Semuanya sedang dilanda optimisme tingkat atas, hingga kemudian para tokoh revolusi lupa menitipkan Indonesia agar terus dijaga, dan dikembangkan untuk kepentingan rakyatnya.

Jalan panjang kesejarahan telah menghantarkan Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan yang hari ini telah dirasakan. Akan tetapi, banyak sekali bermunculan paradoks di negeri yang sudah merdeka ini. 

Tanahnya terhampar luas tapi bukan milik petani-petani kecil, lautannya mahadalam tapi bukan untuk nelayan-nelayan yang menghidupi diri sendiri. Semuanya milik negara, dikuasai, dikelola, dan dimonopoli oleh negara, lantas pertanyaannya apakah negara Indonesia sekarang yang sudah berumur ¾ abad sudah dapat menyejahterahkan rakyatnya? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline