Lihat ke Halaman Asli

Malik Ibnu Zaman

Penulis Lepas

Mata Merah di Kaca Jendela

Diperbarui: 23 Mei 2021   12:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

Kejadian ini dialami oleh seseorang yang tidak mau disebutkan identitasnya, oleh karena itu untuk memudahkan jalan cerita, kita sebut saja orang tersebut dengan nama Fulan.

Jadi ceritanya begini, waktu itu tahun 1990 an, di tahun tersebut jaringan listrik tidak merata hingga ke pelosok desa, alahasil penerangan yang digunakan adalah ceplik (damar). Menurut si Fulan kamar mandi di setiap rumahnya belum ada.

"Kalau mau mandi, buang air ya di sungai, wangan (sebutan selokan kecil), dulu kan air di sungai jernih dan mengalir terus, tidak seperti sekarang yang keruh dan juga sering surut. Kalau malam hari kebelet buang air, maka yang dilakukan adalah menahannya hingga pagi hari, jika tidak bisa menahannya maka pergi ke sungai dengan berbekal ceplik sebagai penerangan," ujarnya.

Ketika ditanya apakah saat itu pernah kebelet buang air saat malam hari, ia menjawab pernah, sebenarnya ia takut untuk buang air pada malam hari saat itu. Tetapi mau gimana lagi, daripada kapicirit (buang air di celana), si Fulan berusaha untuk melawan rasa takutnya. Ketika ditanya mengenai kejadian mistis yang dialaminya saat buang air di malam hari, si Fulan ini menjawab katanya pernah.

"Waktu itu sekitar tahun 1990 an, saat itu duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar, waktu itu ada ujian kelulusan, kalau sekarang itu namanya Ujian Nasional. Dulu itu ujian kelulusan itu merupakan sesuatu yang menegangkan, setiap malam itu selalu bangun untuk sholat tahajud, kemudian belajar. Untuk mengambil air wudhunya itu ya di luar di wangan, di dekat wangan itu ada pancuran biasa untuk mengambil air wudhu," katanya.

Lebih lanjut lagi, ia menceritakan di suatu hari, seperti biasanya ia bangun dari tidur, kemudian pergi ke wangan. Saat pulang dari wangan itulah seperti ada yang mengikuti, tapi saat menengok ke belakang, tidak ada siapa siapa. Menurut si Fulan terdengar suara langkah kaki di belakangnya, saat ia berhenti langkah suara kaki misterius itu ikut terhenti, saat ia berjalan suara langkah kaki itu ikut berjalan.

"Sesampainya di rumah, saya sholat, selesai sholat saya ke ruang tamu. Nah jendela ruang tamu itu nggak ada gordennya, apalagi saat itu bulan purnama, jadi di luar terlihat terang benderang. Saat itu hanya ditemani ceplik, para anggota keluarga yang lain sedang tertidur lelap-lelapnya. Nampak di luar itu seperti ada sepasang mata yang memandang saya dari kejauhan, nampak juga sekelebat bayangan hitam melintas di depan kaca, " kata si Fulan.

Fulan melanjutkan ceritanya, tiba tiba dari jendela kaca, terdengar suara ketukan. Sontak saja si Fulan langsung melihat ke arah jendela kaca, betapa kagetnya dia, karena tampak dengan jelas, satu mata berwarna merah menutupi jendela. Fulan begitu ketakutan, melihat penampakan yang menyeramkan tersebut, mata merah tersebut memelototi Fulan, mata merah tersebut terus terus menggedor-gedor jendela.

Fulan pun langsung bergegas lari menuju ke kamarnya, bersembunyi di balik selimut. Keesokan harinya Fulan menceritakan kejadian yang ia alami semalam kepada ayahnya, dan ayah Fulan mengecek jendela kaca di ruang tamu. Hasilnya sungguh mengejutkan, tampak dalam jendela kaca tersebut bekas cairan yang membentuk mata.

Usut punya usut ternyata, hantu tersebut berasal dari pohon di depan rumah Fulan, jadi depan rumah Fulan ini banyak sekali pepohonan, salah satunya adalah pojok Sirsak. Katanya di pohon tersebut banyak setan yang bersemayam, akhirnya oleh Ayah si Fulan, sarikaya tersebut ditebang.

"Jadi katanya Pohon Sirsak di rumah saya itu banyak sekali hantunya, jadi hantu tersebut seringkali bermain di teras rumah. Kalau orang orang itu sering melihatnya itu jin hitam, sosoknya tinggi, besar, terus juga kuntilanak yang selalu bergelantungan di dahan pohon sirsak. Meskipun pohon Sirsak tersebut sudah ditebang, para hantu tersebut pindah ke pohon sebelahnya, seperti Kamboja, Pohon Kertas. Tapi mending sih mereka, tidak mengganggu, dan menampakan diri, mungkin mereka takut kalau nanti rumah mereka ditebang lagi," imbuh Fulan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline