Lihat ke Halaman Asli

Mohamad Sastrawan

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Matraman

Kolaborasi Peneliti Dibutuhkan untuk Tingkatkan Potensi Biodiversitas dan Bioinformatika

Diperbarui: 5 November 2023   13:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Bioinformatika dan Biodiversitas Indonesia (MABBI) menggelar Bioinformatics and Biodiversity Conference (BCC) ke-4 di Universitas Indonesia (Dok. pribadi)

Keanekaragaman hayati di Indonesia memiliki potensi besar namun dihadapkan pada banyak kenyataan yang kurang digali secara optimal. Potensi seperti mangrove, gambut dan karbon menjadi kekayaan Indonesia tersebar di berbagai wilayah. Hanya saja, para peneliti merasakan kurangnya kolaborasi antarmereka dan ketiadaan database kepakaran. Keduanya sangat dibutuhkan untuk mendapatkan hasil penelitian yang bermanfaat dari bidang biodiversitas dan bioinformatika.

"Seharusnya peneliti dengan masing-masing kepakaran yang berbeda-beda itu dipertemukan sehingga tahu overlapnya itu di mana, dari situ nanti kita bisa saling mengisi kekurangan untuk membentuk sebuah kolaborasi di bidang riset biodiversitas itu," kata Ketua Masyarakat Bioinformatika dan Biodiversitas Indonesia (MABBI) Dr. Eng. Wisnu Ananta Kusuma, MT. di sela-sela Konferensi Bioinformatika dan Biodiversitas (Bioinformatics and Biodiversity Conference) ke4 di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Sabtu (4/11/2023). Acara ini berlangsung selama dua hari dengan menghadirkan keynote speaker Guru Besar dari beberapa kampus dalam dan luar negeri.

Lebih lanjut, Wisnu mengungkapkan kehadiran MABBI adalah untuk membentuk komunitas dengan tujuan membangun iklim saling belajar, sinergi atau kolaborasi dan mampu menghasilkan kerjasama berupa penelitian. Dengan tiga tujuan tersebut, diharapkan komunitas akan mampu mengembangkan sinergi yang positif antarpeneliti.

"Biodiversitas kita itu sangat besar tapi belum tergali dengan maksimal, dari kekayaan alam berupa tumbuhan dan hewan dengan spesies yang bermacam-macam di mana kalau bisa dimanfaatkan, sebagai contoh tumbuhan-tumbuhan obat, itu sangat banyak. Kalau itu bisa dielaborasi dengan pendekatan teknologi terbaru dan bioinformatika, itu akan memungkinkan lahirnya sebuah alternatif baru pengobatan, tidak hanya tergantung pada obat-obat moderen sekarang ini," katanya.

Hal senada diungkapkan Direktur Corporate Digital Technology PT Kalbe Farma, Risman Adnan. Menurutnya, hal paling penting di bidang bioinformatika adalah membangun komunitas yang solid dan memiliki kepemimpinan yang kuat.

"Fokus pertama kita itu sebenarnya build the community bioinformation. Selama ini bioinformatition sudah ada, tapi scalenya kecil sekali. Compare to (bandingkan dengan) Australia, compare to Singapore, to US, Spain, Europe, kita itu masih kecil sekali. Ini yang harus digalakkan talent development program-nya, supaya size-nya itu banyak," jelasnya.

Risman berharap ada satu wadah yang mampu mengumpulkan para pakar untuk berbagi informasi tentang bioinformatika. Dengan adanya tempat kumpul itu, maka bisa saja melakukan banyak hal ke depannya.

"Expertise (kepakaran) yang dibutuhkan adalah multidisiplin. Di sini ada biologi molekuler, dia juga harus mengerti genomic, functional genomic, dia harus mengerti artificial intelligence, data mining, matematika, statistik, programming, semua di-mix, nanti juga harus mengerti block chain," ungkapnya.

Di Universitas Indonesia, banyak startup yang lahir di bidang bioteknologi, salah satunya adalah Seleris. Startup ini meengembangkan aplikasi yang ditujukan untuk industri kesehatan dan asuransi. Aplikasi tersebut dikembangkan berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mampu mendeteksi tingkat kesehatan manusia, seperti tekanan darah, jantung hingga kolesterol, hanya dengan mengarahkan kamera ponsel ke wajah. (*)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline