Indonesia yang memiliki keankeragaman baik suku dan budaya selalu memberikan sisi unik yang layak untuk dipelajari, salah satunya mengenai cerita rakyat. Cerita rakyat merupakan suatu karya yang bersiat fiksi, abstrak dan seringkali tidak masuk nalar logika zaman modern, tetapi dibalik ketidaklogisan tersebut cerita rakyat memang layak untuk dijadikan hiburan, penghantar tidur dan yang paling penting mengandung nilai moral di dalamnya. Baiklah, penulis kali ini akan menceritakan sebuah cerita rakyat yang berjudul Situ Bagendit
Situ Bagendit sebuah danau yang terletak di provinsi Jawa Barat ini mempunyai kisah cerita asal mula danau itu terbentuk. Dikisahkan pada zaman dahulu di sebuah daerah di Garut, terdapat seorang janda yang tidak mempunyai anak. Janda tersebut dikenal dengan sebutan si janda kikir dan sombong.
Semua kekayaan yang Ia raih berkat peninggalan seorang suami yang berprofesi sebagai rentenir. Sejak kepergian suaminya si janda tersebut meneruskan profesi mendiang suaminya sebagai rentenir. Ia terkenal sebagai rentenir yang kejam, Ia memberikan bunga yang sangat besar dan jangka waktu pengembalian yang sangat cepat.
Bahkan tidak sedikit warga desa yang tidak mampu membayar uang pengembalian, lalu disitalah sawah dan lading mereka, karena hal inilah sawah dan ladangnya bertambah. Warga yang mencoba mengelak dalam membayar hutang, tidak segan-segan akan dipukuli oleh ajudannya. Atas perilaku yang ganas dan kejam ini, warga desa memberikan sebutan janda pelit dan sombong ini sebagai Baginda Endit. Endit yang artinya pelit atau kikir
Pernah dalam suatu ketika datang seorang ibu yang sedang menggendong anaknya, lalu pergi ke rumah Baginda Endit untuk hanya sekadar meminya sesuap nasi untuk sang anak, agar tidak menangis karena menahan rasa lapar. Bukannya sesuap nasi, malah hinaan yang dia dapat, bukan hanya hinaan saja melainkan dilemparnya seember gas kepada si ibu tersebut hingga basah.
Rentetan kejadian tidak berhenti sampai disitu, suatu hari desa sedang dilanda kekeringan, mata air yang menjadi tumpuan masyarakat dalam mengairi sawah, ladang dan kebutuhan sehari-hari pun kering. Hanya ada satu harapan, yaitu sumur Nyi Endit. Ketika warga berbondong-bondong membawa satu buah ember untuk meminta air, lagi dan lagi tidak diberinya air tersebut walau hanya satu ember.
Atas semua rentetan kejadian tersebut warga pun semakin muak dan kesal dengan tingkah kikir dan sombongnya Nyi Endit. Pada suatu ketika datanglah, seorang kakek tua pembawa tongkat untuk meminta segelas air kepada Nyi Endit, nampaknya dia sangat kelelahan dan sangat haus sekali.
Sama dengan kejadian sebelumnya, sang kakek tersebut memperoleh hasil yang nihil, gagal mendapatkan air. Tidak hanya itu, sautan dan lambaian tangan penuh harap agar diberikan segelas air dibalas oleh Nyi Endit dengan pukulan menggunakan tongkat milik si kakek tersebut. Setelah jatuh terkulai Nyi Endit kemudian memberikan tongkat kayu tersebut kepada si kakek.
Ternyata oh ternyata si kakek tersebut nyatanya orang sakti, dia tancapkanlah tongkat tersebut ke dalam tanah, lalu diangkatlah tongkat tersebut, lalu keluarlah air yang sangat deras dari lubang tersebut. Tidak ada yang bisa menghentikan luapan air tersebut, sekalipun ajudan Nyi Endit yang terkenal kuat dan garang. Tidak lama kemudian tenggelamlah Nyi Endit dan harta yang Ia simpan dan Ia agung-agungkan, warga berhasil selamat dan Nyi Endit terpaksa harus mati dalam luapan air bersama hartanya. Atas kejadian tersebut terjadilah genangan air yang sangat besar (danau). Sampai sekarang danau tersebut terkenal dengan nama Situ Bagendit, situ yang berarti genangan air yang besar dan luas.
Tidak Boleh Sombong dan Pelit atas Harta Yang Kita Miliki
Sejatinya semua manusia di dunia ini terlahir dan meninggal tidak membawa apapun, harta, tahta dan jabatan itu hanya pemanis dalam hidup. Jangan sampai harta yang kita miliki menjadi alat untuk menjauhkan kita kepada Tuhan, melainkan sebagai alat untuk mendekatkan hubungan kepada Tuhan dan alat untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Tuhan dengan cara membagi harta yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan.