Lihat ke Halaman Asli

Malik Aziz

Penulis Komunal

SHM di Tangan, Rumah Tergusur: Tragedi Cluster Seluas 36.030 m2 di Bekasi

Diperbarui: 31 Januari 2025   18:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber foto: akun X@txtdrbekasy)

Pada 30 Januari 2025, ratusan warga di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, tak kuasa menahan tangis. Rumah-rumah yang mereka huni bertahun-tahun akan dieksekusi. Dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) di tangan, mereka berusaha menghentikan alat berat yang siap merobohkan bangunan. Tapi keputusan pengadilan telah bulat: tanah ini harus dieksekusi. Protes menggema, tetapi tak ada yang bisa menghentikan ketukan palu hukum.

Peristiwa eksekusi Cluster Setia Mekar Residence 2 merupakan contoh nyata dari sengketa tanah akibat sertifikat ganda. Kasus ini bermula dari gugatan kepemilikan yang berujung pada putusan pengadilan, meskipun warga memiliki SHM yang seharusnya menjadi bukti kuat kepemilikan.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat bahwa sertifikat ganda menjadi salah satu sumber sengketa tanah terbesar di Indonesia. Menurut data tahun 2023, lebih dari 60% kasus pertanahan di pengadilan berkaitan dengan tumpang tindih sertifikat.

Sertifikat ganda bisa terjadi karena berbagai faktor, di antaranya:

  1. Penerbitan sertifikat baru di atas hak tanah yang sudah ada, biasanya dilakukan oleh oknum yang bekerja sama dengan pihak tertentu.
  2. Jual beli tanah dengan dokumen bermasalah, di mana mafia tanah atau pejabat desa menerbitkan sertifikat tanpa hak yang sah.
  3. Perbedaan jalur sertifikasi tanah, misalnya satu pihak memiliki SHM, sementara pihak lain mengurus sertifikat baru melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Kasus seperti ini sudah sering terjadi. Pada 2021, di Jakarta, seorang pemilik rumah di Cengkareng kehilangan propertinya setelah pengadilan memenangkan pihak lain yang juga memiliki sertifikat sah. Pada 2022, di Bogor, 150 kepala keluarga kehilangan rumah karena tanah yang mereka tempati memiliki dua sertifikat yang sama-sama dikeluarkan oleh BPN.

Tips Menghindari Kasus Sertifikat Ganda

  1. Periksa keabsahan sertifikat ke BPN sebelum membeli properti. Pastikan tanah tidak sedang dalam sengketa atau memiliki klaim kepemilikan lain.
  2. Cek riwayat kepemilikan tanah. Tanyakan ke aparat desa atau tetangga apakah ada masalah kepemilikan sebelumnya.
  3. Gunakan jasa notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jangan hanya mengandalkan perjanjian di bawah tangan atau kuitansi.
  4. Pastikan properti memiliki dokumen perizinan lengkap. Jika membeli rumah di perumahan, cek apakah pengembang memiliki izin lokasi dan sertifikat induk yang sah.
  5. Lakukan pengecekan di pengadilan. Gunakan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) untuk melihat apakah tanah tersebut pernah terlibat sengketa hukum.

Kasus di Cluster Setia Mekar Residence 2 adalah pengingat pahit bahwa sertifikat tanah bukan jaminan mutlak kepemilikan tanpa sengketa. Bahkan dengan dokumen resmi sekalipun, seorang pemilik tanah masih bisa kehilangan propertinya akibat keputusan hukum yang tidak terduga.

Jika Anda berencana membeli tanah atau rumah, jangan hanya puas melihat sertifikatnya. Lakukan pengecekan menyeluruh agar terhindar dari masalah hukum yang bisa menghancurkan impian Anda.

Karena di Indonesia, memiliki sertifikat tanah saja belum tentu cukup. Anda harus waspada dan cerdas dalam berinvestasi properti!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline